Liputan6.com, New York - Ri Sol-ju dan Kim Yo-jong, istri dan adik pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, tak mewakili kondisi nyata yang dialami para perempuan di Korut.
Nyonya Kim Jong-un yang cantik dan kerap tepergok mengenakan barang mewah, atau Kim Yo-jong yang berkuasa di samping sang kakak, kontras dengan situasi yang dihadapi kaum hawa di negara paling menutup diri di muka Bumi itu.
Baca Juga
Advertisement
Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan PBB atau The United Nations Committee on the Elimination of Discrimination against Women, menguak sejumlah fakta mengerikan terkait kehidupan wanita Korut.
Lembaga itu juga merilis penilaian terkait bagaimana negara itu memperlakukan para perempuannya.
Seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (23/11/2017), stereotip gender yang mengakar kuat di Korut dianggap menempatkan perempuan pada posisi yang sulit.
Pada akhirnya peran wanita dalam masyarakat hanya terbatas pada membesarkan anak. Itu belum termasuk ancaman lain yang dihadapi mereka.
Berikut 4 fakta mengerikan tentang kehidupan perempuan Korut yang diungkap PBB:
1. Mutlak Tunduk pada Laki-Laki
Dalam laporan akhirnya, Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan PBB mengkhawatirkan bahwa pendekatan Korut pada para perempuan merefleksikan sikap proteksionisme yang memperkuat nilai-nilai budaya dan sosial, yang menganggap peran perempuan hanya sebagai pengasuh anak dan harus tunduk pada pria.
"Komite prihatin tentang adanya stereotip diskriminatif mengenai peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat di Korut," demikian cuplikan isi laporan akhir Komite PBB.
Hal itu, tambah komite, membuat para perempuan terkurung dengan tugas domestik, mendidik anak dan mengurus keluarga, yang seringkali dengan mengorbankan keselamatan fisik dan kesejahteraan emosional mereka.
"Itu berdampak pada perempuan sepanjang siklus hidupnya, dari pendidikan yang mereka terima -- yang sebagian besar berakhir di tingkat menengah -- juga bidang studi dan jalur karier yang boleh mereka pilih, serta terbatasnya kesempatan mereka di bidang ekonomi."
Diskriminasi juga meluas ke ruang-ruang kelas dan tempat kerja. Perempuan tak mendapat kesempatan mendapatkan pendidikan tinggi, yang membatasi prospek karier mereka.
Kalaupun bekerja, wanita kebanyakan tak diizinkan menduduki posisi puncak. Mereka nyaris tak mungkin jadi bos.
Advertisement
2. Pemerkosaan
Tak hanya itu, pelecehan seksual juga marak di sekolah-sekolah dan tempat kerja.
Komite juga menemukan, hukum di Korut tak menyediakan cukup perlindungan pada para perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga maupun pemerkosaan. Para pelaku pria seringkali melenggang bebas tanpa dihukum.
Komite menemukan fakta, hukuman untuk beberapa bentuk pemerkosaan -- termasuk pemerkosaan terhadap anak-anak, pemerkosaan atasan pada pekerja, dan pemerkosaan berulang -- diperingan pada tahun 2012.
Hukuman untuk memaksa seorang wanita, yang dalam posisi subordinat, untuk melakukan hubungan seksual juga kian ringan. dari empat tahun penjara menjadi tiga tahun.
"Komite juga prihatin dengan terbatasnya informasi yang tersedia mengenai kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang diajukan ke pengadilan, yang mengindikasikan ketidakpedulian dan ketidaktanggapan secara keseluruhan, baik dari polisi dan pengadilan, terhadap kejahatan tersebut."
3. Prostitusi
Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan PBB mengaku prihatin terhadap fakta tentang kaum wanita Korut yang terpaksa menjerumuskan diri dalam prostitusi, bahkan perbudakan manusia saat mereka melarikan diri dari negara tersebut karena alasan ekonomi.
"Komite khawatir bahwa setelah dipulangkan, perempuan korban perdagangan manusia dilaporkan dikirim ke kamp pelatihan atau penjara atas tuduhan menyeberangi perbatasan secara ilegal."
Di dalam kamp dan penjara, para wanita rentan terhadap perilaku yang kian melanggar hak asasi mereka, termasuk kekerasan seksual oleh petugas keamanan. dan aborsi paksa.
Advertisement
4. Malnutrisi
Komite PBB juga menemukan maraknya kasus kekurangan gizi (malnutrisi) akut di kalangan wanita, termasuk yang menimpa 28 persen wanita hamil dan menyusui di Korut,
Tak hanya itu, alat kontrasepsi dan pendidikan seks nyaris tak ada. Perempuan juga kurang terwakili dalam bidang politik, di pengadilan, universitas, kepolisian dan komite hak asasi manusia.
Fakta bahwa undang-undang atau aturan hukum Korea Utara, yang tidak tersedia untuk umum, juga dikritik keras pihak komite.
Secara terpisah, Korea Utara mengatakan kepada panel PBB awal bulan ini bahwa sanksi yang dikenakan atas program persenjataannya telah membatasi kemampuannya untuk menegakkan hak-hak perempuan.
Sementara, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyatakan pada hari Senin bahwa Korea Utara adalah negara sponsor terorisme -- sebuah langkah untuk menghentikan ambisi Korut mengembangkan dan menggunakan senjata nuklir serta rudal balistik.