Viral, 'Kebohongan' Eks Mahasiswa UI Berprestasi di Malaysia

Ia mengatakan, Krimi ini merupakan sosok mahasiswa yang ramah, aktif, dan pintar bicara.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 23 Nov 2017, 21:52 WIB
Ilustrasi mahasiswa

Liputan6.com, Jakarta - Seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Fauziah Zen mengungkapkan kebohongan yang dilakukan oleh seorang pemuda yang pernah menjadi mahasiswa di FEB UI. Dia mengungkapkan kebohongan sang pemuda melalui cuitan di akun twitternya @fauherklots pada 21 November 2017.

Cuitannya tersebut banyak di-retweet hingga menjadi viral. Dalam cuitannya, Fauziah menyebut sosok pemuda tersebut sebagai 'Krimi'.

"Sambil menunggu boarding, wa mau cerita tentang seorang yang "istimewa". Sebut saja namanya Krimi. Mantan mahasiswa kami, angkatan 201x," tulis @fauherklots dalam akun Twitternya mengawali ceritanya.

Ia mengatakan, Krimi ini merupakan sosok mahasiswa yang ramah, aktif, dan pintar bicara. Sehingga, Krimi menjadi mahasiswa yang cukup menonjol di kelas. Masalah muncul pada saat ujian semester 1.

"Yang bersangkutan (Krimi) mengatakan bahwa sebagian halaman lembar jawabannya tak sengaja terbawa pulang. Sehingga dia mengumpulkan bagian tersebut kemudian. Come on," cuit Zen.

Menurutnya, trik tersebut kadang ditemukan pada beberapa mahasiswa madesu atau masa depan suram karena mereka memperbaiki lembar jawaban tersebut untuk mendapat nilai bagus.

"Dalam dunia pendidikan, kecurangan akademis adalah big NO. Mau jenius pun, ga ada artinya kalo ga punya integritas. Karena itu Fakultas sangat ketat dg hal spt ini," lanjut cuitan @fauherklots.

Dia lalu mengatakan, sang mahasiswa yang disebut Krimi itu akhirnya diinterogasi dan tetap bersikukuh dirinya jujur.

"Semester kedua, Krimi kembali melakukan kecurangan akademik saat ujian. Mencontek dan menipu lagi dg trik dia. Mulai sadar kalo dia luar biasa kan?" cuitnya lagi.

Dan ketika diinterograsi oleh dosen, Krimi bisa memunculkan wajah tenang, tersenyum, dan bertahan dengan pendapatnya bahkan ketika kecurangannya jelas-jelas bisa dibuktikan.

"Biasanya mhsw akan terlihat nervous, tp Krimi tak sedikitpun. Tersenyum tenang. Bagian selanjutnya bisa ditebak: ybs mendapat nilai F (failed) untuk semua matkul semester 2 dan dikeluarkan dari universitas. Selesai..."

Namun demikian, setelah di DO, kebohongan Krimi berlanjut.

"Ternyata kemudian pada semester 3, Krimi mengikuti student exchange ke negara jiran (Malaysia). Universitas top di sana. How could be? Lah dia bukan student lagi kok. But it happened. Dia ikut studi exchange selama satu semester di sana. Selesai? Belum," cerita Zen.

Lalu, sambung dia, Krimi pun melamar di universitas tersebut dan akhirnya diterima, tetapi bukan sebagai mahasiswa baru, melainkan lanjutan dari UI. Padahal, kala itu Krimi sudah dikeluarkan dari UI.

"Kok bisa? Sabar. Sebenarnya kita enggak ngikutin lagi perjalanan anak ini, sampai suatu ketika fakultas menerima surat permohonan konfirmasi dari pasca sarjana universitas negara jiran tersebut," tuturnya.

 


Lalu...

Lalu, menurut Zen, Krimi telah lulus S1 di sana dan ingin melanjutkan S2 di universitas yang sama sehingga UI pun menerima email konfirmasi. Krimi ternyata memalsukan dokumen.

"Karena Krimi ini dianggap lulusan S1 kita! Lho, kan DO sejak lama, bahkan semester 2 pun tak lulus. Ternyata yang bersangkutan memalsukan dokumen. Ada dokumen transkrip lengkap dengan nilai A bertaburan bagai bintang di langit. Ada ijazah karena ngakunya double degree. Bahkan ada foto Krimi wisuda (pakai toga) bersama orangtuanya," terang dia.

Tak cukup sampai di situ, Zen membuka situs pekerjaan Linked In milik Krimi. Hasilnya, kata dia, Krimi merupakan mahasiswa berprestasi dan menjadi seorang aktivis.

"Kemarin saya buka LinkedIn dan FB yang bersangkutan. Ulala, keren boss, mahasiswa berprestasi di sana. Aktivis. Sekarang kerja di bank sana. Berteman dengan beberapa dosen dan staf admin kampus kita. He has been very detailed in his plot. Tadinya kukira dia hidup di dunia paralel," kata Zen.

"Apakah ybs pathological liar? Ada yg bisa mencerahkan dari perspektif ilmu kejiwaan. Consider he's so young. Dan melakukan semua dg ketenangan level dewa," cuit dia.

Sementara itu, hingga saat ini, @fauherklots masih berada di luar negeri dan belum bisa dimintai keterangan lebih lanjut.

Termasuk juga pihak UI yang belum mau angkat bicara soal kasus ini.

"Kita belum bisa comment apa-apa, intinya setiap pelanggaran akademik pasti akan diberikan sanksinya," ujar Humas Universitas Indonesia (UI) Rifelly Dewi kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Dewi sendiri enggan bicara banyak. Ia sama sekali belum mau menceritakan ataupun memberikan komentarnya terkait dengan masalah ini.


Prestasi Mahasiswi UI

Sementara itu, seorang mahasiswi Universitas Indonesia terpilih sebagai salah satu dari lima pemenang Association of Southeast Asian Nations Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Youth Debate ke-4 yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada 4-6 September 2017.

Acara itu didukung oleh Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) dan Departemen Luar Negeri AS. Debat yang diikuti oleh kaum muda itu merupakan acara perayaan hari jadi ke-40 hubungan AS - ASEAN.

Sekitar 40 mahasiswa universitas dari 10 negara anggota ASEAN yang menjadi peserta bertukar pandangan tentang berbagai isu hak asasi manusia di Asia Tenggara, seperti hak-hak perempuan, pertumbuhan ekonomi, hak-hak warga ASEAN untuk bekerja di semua negara anggota, perlindungan lingkungan, dan pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia ASEAN.

"Hak asasi manusia adalah isu krusial yang perlu lebih sering didiskusikan, terutama oleh kaum muda," demikian kata Catherine.

"Youth Debate AICHR merupakan kesempatan bagi saya untuk belajar dan berdiskusi mengenai berbagai pemikiran dan perspektif tentang isu hak asasi manusia di ASEAN dengan kaum muda dari kawasan Asia Tenggara," tambah mahasiswi UI itu.

Menurut Seree Nonthasoot, Perwakilan Thailand untuk AICHR, perhelatan itu --selain sebagai bentuk perayaan HUT ASEAN ke 50-- merupakan ajang para pemuda untuk berdebat tentang berbagai isu hak asasi manusia yang paling mendesak saat ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya