Ini Aturan Penyertaan Modal Negara Antam Cs ke Inalum

Pemerintah merilis aturan terkait penambahan penyertaan modal negara termasuk saham pemerintah di Freeport ke PT Inalum.

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Nov 2017, 17:56 WIB
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melakukan penambahan penyertaan modal negara Republik Indonesia ke dalam modal saham perusahaan perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Ini mempertimbangkan untuk memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Inalum.

Atas dasar pertimbangan itu, pada 10 November 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, berasal dari: 1.Pengalihan seluruh saham Seri B milik Negara Republik Indonesia pada:

1) Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk  (Antam) yang statusnya sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1974 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara Aneka Tambang menjadi Perusahaan Perseroan (Persero);

2) Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk yang statusnya sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1976 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara Tambang Timah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero); dan

3) Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk yang statusnya sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1980 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Tambang Batubara Bukit Asam.

b. Pengalihan seluruh saham milik Negara Republik Indonesia pada PT Freeport Indonesia.

Menurut PP ini, penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud sebanyak:

a. 15.619.999.999 (lima belas miliar enam ratus sembilan belas juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) saham Seri B pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk;

b. 4.841.053.951 (empat miliar delapan ratus empat puluh satu juta lima puluh tiga ribu sembilan ratus lima puluh satu) saham Seri B pada Perusahaan Perseroan (Persero) PI Timah Tbk;

c. 1.498.087.499 (satu miliar empat ratus sembilan puluh delapan juta delapan puluh tujuh ribu empat ratus sembilan puluh sembilan) saham Seri B pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk; dan

d. 21.300 (dua puluh satu ribu tiga ratus) saham pada PT Freeport Indonesia; yang telah ditempatkan dan disetor penuh oleh negara.

"Nilai penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara," bunyi Pasal 2 ayat (2) PP ini.

Dengan pengalihan saham seri B, PP ini menegaskan, negara melakukan kontrol terhadap Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk melalui kepemilikan saham Seri A dwi warna dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

Penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, mengakibatkan: a. Status Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk, berubah menjadi perseroan terbatas yang tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Selain itu, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) kini menjadi pemegang saham PT Aneka Tambang Tbk, PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Freeport Indonesia.

"Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 13 November 2017 itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Holding BUMN Tambang Terbentuk November 2017

Sebelumnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera menuntaskan rencana pembentukan holding BUMN tambang. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) akan menjadi induk perusahaan (holding) BUMN Industri Pertambangan, sementara PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk, akan menjadi anak perusahaan (anggota holding).

"Proses holding ini sudah lama dimulai dengan penyerahan roadmap pengembangan BUMN oleh Menteri BUMN, Ibu Rini Soemarno, ke Komisi VI DPR pada akhir 2015," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno di Kantor Kementerian BUMN, Jumat 24 November 2017.

Harry menjelaskan proses komunikasi dengan Komisi VI sudah cukup intensif, baik melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rapat Kerja, maupun beberapa kali Focus Group Discusion (FGD).

Setelah terbit PP Nomor 47 Tahun 2017 diikuti proses administrasi termasuk akta inbreng, kemudian persetujuan holding BUMN tambang akan dibawa ke Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Antam, Bukit Asam, dan Timah secara bersamaan pada tanggal 29 November 2017.

"Jadi setelah RUPSLB ini dilakukan maka holding tambang ini mulai efektif," ujar dia.

Pemerintah saat ini memegang saham mayoritas di ketiga BUMN Tambang yang juga sudah go public tersebut, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) 65 persen, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) 65,02 persen, dan PT Timah Tbk (TINS) 65 persen. Saham mayoritas milik pemerintah di ketiga BUMN tersebut dialihkan ke PT Inalum (Persero) yang 100 persen sahamnya dimiliki negara.

Meski berubah statusnya, ketiga anggota holding BUMN tambang itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwi warna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum. Hal itu diatur pada PP 72 Tahun 2016.

Dengan demikian, Harry menuturkan, segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi.

"Perubahan nama dengan hilangnya 'Persero- juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol Negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat," ujar dia. (Yas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya