Liputan6.com, Jakarta - Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 sulit terwujud tanpa peran guru dan perjuangan para pahlawan.
Kebijakan diskriminatif penjajah Belanda yang hanya memberikan pendidikan bagi kaum bangsawan atau anak pembesar pribumi, ikut mempengaruhi kondisi masyarakat dalam kebodohan. Sejumlah sekolah yang ada, seperti Hollandsche Inlandsche School (HIS) dan Europesche Lager School (ELS) terlarang bagi warga pribumi rendahan.
Advertisement
Sadar kondisi tersebut, beberapa pejuang kemerdekaan mengabdikan diri menjadi pengajar. Bagi mereka, penjajahan yang dilakukan pemerintah kolonial membuat warga hidup dalam kebodohan dan kemiskinan.
Melalui pendidikan, para pejuang ingin membuka mata rakyat bahwa Indonesia harus bebas dari penjajah.
Berikut empat pejuang kemerdekaan yang pernah menjadi guru:
KH Hasyim Asy'ari
KH Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.
Di kalangan Nahdliyin (pengikut NU) dan para ulama pesantren, Kiai Hasyim dijuluki dengan sebutan Hadratusyeikh yang berarti mahaguru. Hal ini tidak lepas dari kemampuannya yang tidak hanya paham ilmu agama, tetapi juga hukum Belanda.
Tak hanya gigih memimpin perjuangan melawan Belanda, Kiai Hasyim juga mengajarkan ilmu agama dan menanamkan jiwa nasionalisme kepada murid-muridnya di pesantren yang ia dirikan, Pesantren Tebu Ireng, di Jombang, Jawa Timur.
Salah seorang putranya, Wahid Hasyim, adalah salah satu perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Menteri Agama, sedangkan cucunya, Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur, menjadi Presiden ke-4 RI.
Advertisement
Panglima Besar Jenderal Sudirman
Kemampuan Jenderal Sudirman dalam strategi perang Gerilya berhasil mengecoh penjajah Belanda kala itu. Sebelum dikenal sebagai ahli strategi, Sudirman rupanya pernah menjadi guru di sekolah perguruan Muhammadiyah.
Lahir di Rembang, Purbalingga, pada 7 Februari tahun 1912, Sudirman muda telah mengawali kariernya sebagai guru Sekolah Menengah Muhammadiyah di Cilacap. Ia lulusan pendidikan HIK (Sekolah Guru) Muhammadiyah di Solo pada 1934.
Sudirman dikenal memiliki kepribadian tegas dan disiplin. Kepribadiannya merupakan buah dari tempaan sistem perkaderan Hizbul Wathan. Ia memang aktif di organisasi kepanduan Muhammadiyah ini.
Dikutip dari Suara Muhammadiyah, Hizbul Wathan adalah salah satu organisasi otonom (ortom) di Muhammadiyah yang bertujuan untuk mempersiapkan kader-kader yang berdisiplin tinggi dan tegas dalam mengambil sikap.
Di samping menjadi anggota Hizbul Wathan, Sudirman juga pernah mengenyam pendidikan militer di Akademi Militer Belanda.
Selain mendapat pendidikan kader lewat Hizbul Wathan, dia juga pernah menjadi Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Karesidenan Banyumas.
Bakat kepemimpinannya diperoleh selama menjadi Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah sehingga dia bisa mengobarkan semangat juang para pasukannya.
Sejarah bangsa Indonesia telah mencatat peristiwa pengusiran pasukan Sekutu anak buah Jenderal Bethel dari kota Magelang dan Ambarawa oleh para pejuang Indonesia yang langsung dipimpin ole Sudirman.
Bung Karno
Perjuangan Kemerdekaan RI tak bisa lepas dari sosok Presiden pertama RI Sukarno. Dalam riwat perjalanan hidupnya, Bung Karno pernah menjadi guru di sebuah sekolah Muhammadiyah di Bengkulu.
Profesi itu dia lakukan saat hidup dalam pengasingan Belanda. Saat itu, Bung Karno yang diasingkan Belanda aktif melakukan pertemuan dengan para pemuka Muhammadiyah Bengkulu.
pada suatu pagi, tanpa memberitahunya lebih dulu, Bung Karno ditemui oleh Hassan Din, Ketua Muhammadiyah Bengkulu saat itu. Waktu itu ia mengajak Bung Karno untuk menjadi guru di sekolah rendah agama milik Muhammadiyah.
"Ketika di Ende, Bung memiliki hubungan akrab dengan salah satu organisasi Islam di Bandung, Persatuan Islam, dan kami dengar Bung sepaham dengan pandangan Ahmad Hassan, guru yang terpelajar itu. Apakah Bung bersedia membantu kami menjadi seorang guru?"
"Kuanggap permintaan ini sebagai satu kehormatan," jawab Bung Karno.
"Tapi … ingat ….. jangan bicara soal politik."
"Pasti tidak," Bung Karno tersenyum setuju. "Kecuali hanya akan kusebut bahwa Nabi Muhammad selalu mengajarkan kecintaan terhadap tanah air," ujar Bung Karno yang dikutip dari buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, yang ditulis Cindy Adams.
Tak hanya itu, Bung Karno bahkan ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu.
Advertisement
RA Kartini
Kartini dikenal sebagai perempuan Indonesia yang memiliki gagasan modern tentang perempuan Indonesia.
Gagasan Kartini diketahui luas setelah surat-suratnya kepada sahabatnya di Belanda, diterbitkan menjadi buku tahun 1911 oleh Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.
Perjuangan Raden Ajeng Kartini bukan dalam hal mengangkat senjata melawan penjajah, namun ide dan gagasannya saat itu, yang menginginkan kemerdekaan perempuan Indonesia dari larangan untuk mendapatkan pendidikan layak ikut mempengaruhi kondisi bangsa saat itu.
Gagasan Kartini di buku itu cukup mengejutkan masyarakat pada masanya, dan sebagian besar masih relevan hingga hari ini, termasuk bagi generasi milenial yang sedang giat membangun karier atau merintis usaha.
Tak hanya berjaung melalui tulisan-tulisannya, Kartini mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Kartini juga mendirikan sebuah Bengkel Ukir Kayu di Rembang. Kriya ukir dan kayu memang telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Jepara dan Rembang, Jawa Tengah.
Pendirian bengkel ukir kayu ini membuktikan Kartini cukup memberikan perhatian kepada pendidikan keterampilan bagi perempuan, tidak hanya pendidikan umum.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: