Suku Kajang Tes Kejujuran dengan Linggis Panas, Berani Bohong?

Tes kejujuran ala Suku Kajang dengan pegang linggis panas itu ritual attunu panroli

oleh Eka Hakim diperbarui 26 Nov 2017, 12:30 WIB
Prosesi ritual tes kejujuran Suku Kajang (Liputan6.com / Eka Hakim)

Liputan6.com, Maros - Bulukumba merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Tak hanya dikenal dengan potensi wisata Pantai Bira, daerah yang memiliki luas wilayah 1.154,67 km² itu juga memiliki salah satu suku yang masuk dalam kamus dunia sebagai suku yang paling ditakuti karena mistiknya. Suku Kajang namanya.

Masyarakat Siuku Kajang yang dikenal sebagai suku tertua itu bermukim di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat kota Bulukumba.

Hidup dengan kesederhanaan dan bergantung penuh kepada alam, masyarakat suku Kajang yang dikenal dengan ciri khasnya berpakaian serba hitam itu punya beragam ritual unik yang terbilang mengerikan dan hingga saat ini warisan leluhurnya tersebut masih terjaga. Salah satunya ritual memegang linggis yang telah dibakar hingga berwarna merah membara sebagai wadah mengetes kejujuran masyarakatnya.

Rampe (42) salah seorang anggota Suku Kajang yang berdomisili di Moncongloe Kabupaten Maros, Sulsel mengatakan ritual memegang linggis panas tersebut dikenal dengan nama ritual attunu panroli. Ritual itu biasanya dilaksanakan dalam upacara adat yang melibatkan seluruh masyarakat suku kajang jika terdapat masalah. Di antaranya terjadi kasus pencurian di tengah pemukiman masyarakat adat.

"Seluruh masyarakat wajib kumpul tanpa terkecuali mereka yang diduga sebagai pelaku pencurian di sebuah lapangan tempat upacara adat itu digelar. Upacara sendiri dipimpin langsung oleh ketua adat yang bergelar Ammatoa," kata Rampe menceritakan proses upacara attunu panroli itu kepada Liputan6.com, Minggu (26/11/2017).

Setelah semua masyarakat adat dan mereka yang dicurigai sebagai maling itu berkumpul dalam prosesi upacara attunu panroli, sambung Rampe, linggis pun mulai dibakar dalam api yang membara hingga linggis berubah menjadi warna kemerahan. Selang beberapa jam lalui proses pembakaran, linggis pun tampak sudah berubah menjadi warna kemerahan pertanda besinya sudah sangat panas.

Ammatoa yang memimpin ritual itu pun mengingatkan masyarakat yang hadir jika linggis ini tidak akan pernah terasa panas jika dipegang oleh seseorang yang bersifat jujur. Tapi jika sedikit pun ia tak jujur maka linggis panas ini akan melumat tangannya.

"Itu disampaikan oleh Ammatoa sembari mempertontonkan dengan memegang linggis panas tersebut di hadapan masyarakat adat dan mereka yang dicurigai sebagai maling ," terang Rampe.

 

 


Dampak Mengerikan Bagi Pembohong

Prosesi ritual tes kejujuran Suku Kajang (Liputan6.com / Eka Hakim)

Satu persatu mereka yang dicurigai sebagai maling pun akan diminta memegang linggis panas yang awalnya dipegang oleh Ammatoa. Jika mereka betul bukan yang melakukannya maka linggis panas yang dipegang tersebut terasa dingin tanpa sedikit pun hawa panas yang dirasakan. Tapi sebaliknya jika dia pelakunya dan kemudian tidak mengaku maka dipastikan tangannya akan melepuh ketika linggis panas itu dipegangnya.

"Tapi kalau dia (pelaku) kabur dari upacara sakral itu, maka sesepuh adat akan berkumpul mengucapkan mantra yang ditujukan kepada pelaku yang kabur tersebut hingga nantinya akan mengalami sakit dan berakhir dengan kematian," ungkap Rampe.

Dengan pengadilan penghukuman adat tersebut, masyarakat Suku Kajang hingga saat ini tak ada yang berani melanggar atau berani mengambil hak yang bukan miliknya. Melainkan ditekankan untuk hidup dengan kesederhanaan dan menjaga alam sekitarnya dengan sebaik-baiknya.

"Itu yang selalu diajarkan oleh orang tua kami dan leluhur Suku Kajang. Selalu jujur dan menjaga keseimbangan alam karena semua kehidupan bergantung kepada keseimbangan alam," Rampe menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya