DJP Bakal Periksa Pajak Pengacara Setya Novanto

Ditjen Pajak menyatakan, salah satu hal yang ditelusuri soal NPWP yang dimiliki Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Nov 2017, 15:45 WIB
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menggelar dialog perpajakan bersama para pemuka agama di Jakarta, Rabu (22/2). Ada sekitar 150 peserta dari perwakilan pemuka agama Hindu, Budha dan Khonghucu yang ikut dalam dialog tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menelusuri rekam jejak pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Hal tersebut menyusul pengakuannya yang gemar hidup mewah.

Direktur Jenderal Pajak (DJP), Ken Dwijugiasteadi, mengatakan, salah satu hal yang akan ditelusuri DJP adalah soal apakah Fredrich memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak.

"Masih kita teliti. Biasa kalau enggak punya NPWP kita lakukan pemeriksaan dan penyidikan," ujar dia di Jakarta, Senin (27/11/2017).

Menurut dia, jika pengacara Setya Novanto itu nantinya diketahui tidak memiliki NPWP, DJP akan langsung memeriksanya.

"Sesuai prosedurnya kalau enggak punya NPWP ya langsung diperiksa. Setiap orang punya penghasilan kalau enggak punya NPWP. Artinya yang penghasilannya di atas PTKP," ujar dia.

Sebelumnya, Fredrich mengaku suka hidup mewah. Sekali pergi ke luar negeri dapat habiskan biaya Rp 3 miliar-5 miliar. Ia menuturkan, bila menjadi pengacara suatu korporasi tarifnya dapat capai Rp 100 juta per bulan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


770 Ribu Wajib Pajak Sembunyikan Harta Mobil dan Rumah

Sebelumnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menindaklanjuti data harta kekayaan 770 ribu wajib pajak (WP) yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Pengecekan data terus dilakukan dengan uji validitas, sehingga upaya yang dilakukan dapat berjalan dengan transparan dan profesional.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, mengatakan, tindak lanjut setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 terbit pada September 2017, Ditjen Pajak fokus pada WP yang tidak ikut tax amnesty.

PP ini mengatur Pajak Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, sepanjang Ditjen Pajak belum melakukan pemeriksaan.

"Banyak data harta yang kami cek berdasarkan SPT dan Surat Pernyataan Harta (SPH). Namun, komitmen kami prioritas menindaklanjuti data WP yang tidak ikut (tax amnesty)," ujar dia saat acara Media Gathering di The Lagoon Hotel, Manado, Sulawesi Utara, Rabu malam 22 November 2017.

Dia menjelaskan lebih jauh, ada data harta kekayaan 770 ribu Wajib Pajak yang sudah ditindaklanjuti. "Hartanya ada rumah, mobil, dan lainnya. Lalu kami cek, kok tidak ikut tax amnesty," ujarnya.

Namun demikian, menurut Hestu Yoga, sesuai PP 36 Tahun 2017, Ditjen Pajak akan melakukan langkah penegakkan hukum usai tax amnesty dengan cara profesional. Tidak ujuk-ujuk menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).

"Kami tidak langsung menerbitkan SP2. Kami uji validitas, teman-teman di KPP bisa langsung mengecek fisik aset tersebut benar tidak tanah itu milik WP ini. Kami lakukan seprofesional," terangnya.

Uji validitas, bahkan pengecekan fisik terhadap data harta kekayaan WP, diakui Hestu Yoga sangat penting. Pasalnya belum tentu data tersebut benar. "Bisa saja datanya salah, makanya kami uji validitas. Kalau sudah terbukti benar, baru menerbitkan SP2," tegasnya.

Dia mengatakan, Ditjen Pajak tidak langsung menindaklanjuti data harta kekayaan WP dari SPT dan SPH setelah program tax amnesty berakhir di Maret 2018. "Kenapa kami tidak langsung periksa, itu karena PP 36 baru terbit di September, jadi tidak bisa langsung periksa," ucap Hestu Yoga.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya