Liputan6.com, Pyongyang - Pada Minggu 3 September 2017, Korea Utara menggelar uji coba bom hidrogen yang memicu gempa dengan kekuatan 6,3 skala Richter (SR).
Bagi rezim Kim Jong-un, itu adalah sebuah prestasi. Sementara bagi dunia, hal tersebut adalah ancaman. Tak hanya itu, belakangan terkuak, sejumlah warga Korut menjadi 'tumbalnya'.
Uji coba nuklir berdaya ledak tinggi memicu guncangan kuat berdurasi selama delapan menit. Akibatnya, sejumlah gedung di sejumlah desa di Provinsi Hamgyong runtuh, termasuk sebuah sekolah yang dekat dengan lokasi tes bom hidrogen di Punggye-ri.
Dilaporkan, puluhan orang tewas dan lebih dari 150 anak-anak luka-luka. Keberadaan korban jiwa tersebut diungkap oleh kelompok pembelot bernama South and North Development.
Baca Juga
Advertisement
Menurut mereka, rezim Kim Jong-un dituduh tak memberikan peringatan kepada warga lokal soal uji coba tersebut. Anak-anak berada di dalam ruang kelas saat gempa akibat uji coba nuklir mengguncang.
Sementara itu, sejumlah tentara yang menderita akibat efek radiasi membanjiri rumah sakit pasca uji coba.
Pemerintah kemudian menginstruksikan para petani yang terdampak untuk memanen tanaman, alih-alih memperbaiki kerusakan yang timbul.
"Para petani bahkan tak terpikir untuk memperbaiki kerusakan karena mereka sibuk memanen tanaman, padahal sudah tiga bulan berlalu sejak rumah-rumah mereka rusak," kata sumber pembelot Korea Utara, seperti dikutip dari Daily Mail, Senin (27/11/2017).
"Para petani yang rumahnya rusak tinggal di penampungan atau menumpang tetangga yang kediamannya relatif tak rusak berat."
Sejumlah ahli mengklaim, Kim Jong-un sedang mempersiapkan minatur hulu ledak nuklir yang bisa mencapai daratan Amerika Serikat dalam hitungan pekan.
Negara paling menutup diri di muka Bumi itu diyakini kian dekat menuju status kekuatan nuklir, meski dalam empat bulan terakhir uji coba rudal makin sedikit dilakukan.
Namun, peningkatan kekuatan uji coba nuklir Korut bisa berarti programnya bisa berlangsung tanpa ledakan, demikian Tetsuo Sawada, yang merupakan asisten profesor di Tokyo Institute of Technology.
Sawada mengatakan, Korut telah mencapai level baru teknologi nuklir yang memungkinkannya mengembangkan senjata pemusnah massal tanpa tes.
"Korea Utara terus meningkatkan teknologinya dan sekarang telah mencapai tingkat di mana, menurut perkiraan saya, tidak perlu lagi melakukan peledakan nuklir untuk menguji dan mengembangkan senjata yang relevan," kata dia kepada kantor berita Rusia TASS awal bulan ini.
"Saya yakin, uji coba terakhir, yang keenam, berhasil. Pakar ahli memperkirakan kekuatan senjata Korut setara dengan 250 kiloton TNT."
Memicu Tanah Longsor
Uji coba bom hidrogen Korea Utara pada 3 September 2017 juga diyakini menyebabkan sejumlah tanah longsor. Hal tersebut didasarkan pada sejumlah citra satelit setelah uji coba itu dilangsungkan.
Uji coba tersebut dilakukan di situs uji coba nuklir Punggye-ri yang berlokasi di bawah tanah.
Dikutip dari BBC, Rabu (6/9/2017), kelompok analis yang berfokus pada isu Korea Utara, 38 North, mempublikasikan sejumlah gambar yang memperlihatkan sejumlah efek di situs tersebut setelah uji coba bom tersebut dilakukan.
Saat bom hidrogen diledakkan, gempa 6,3 skala Richter dirasakan di sepanjang perbatasan Korea Utara dengan China.
Kelompok 38 North mengatakan, citra satelit itu memperlihatkan sejumlah longsor serta banyak tanah yang hancur akibat gempa tersebut.
Menurut kelompok itu, hal tersebut dapat dilihat di dekat Gunung Mantap, titik tertinggi di situs uji coba itu.
"Efek tersebut lebih parah dan luas dibanding lima uji coba yang dilakukan Korea Utara sebelumnya," ujar 38 North dalam situsnya.
Sejumlah ahli meyakini bahwa uji coba bom nuklir itu menyebabkan runtuhnya terowongan bawah tanah di Punggye-ri, Korea Utara.
Bom 3 September itu diyakini berkekuatan 50 hingga 120 kiloton. Kekuatan tersebut, tiga kali lebih besar dibanding bom yang yang menghancurkan Hiroshima pada 1945.
Berdasarkan laporan South China Morning Post, awal pekan ini ilmuwan China memperingatkan bahwa Gunung Mantap akan melepaskan radiasi jika uji coba nuklir kembali dilakukan.
Advertisement