Liputan6.com, Malinau - Sebagian masyarakat di Pedalaman Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara) kesulitan mengakses transportasi sejak dibekukannya izin operasi maskapai Mission Aviation Fellowship (MAF) sejak awal November 2017.
Lantaran selama ini, maskapai perintis itu menjadi satu dari sedikit penyedia akses transportasi di provinsi termuda itu. Izin operasional MAF dibekukan Kementerian Perhubungan per 8 November lalu. Selain izin yang memang sudah habis, maskapai tersebut diminta beroperasi sebagai maskapai niaga.
Salah satu wilayah yang sangat bergantung pada operasional MAF adalah Desa Long Alango di Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau, Kaltara. Setelah bersabar dan menanti kabar selama hampir tiga pekan, warga di desa tersebut menggelar aksi damai di lapangan terbang setempat, untuk menyuarakan aspirasi pada Senin (27/11/2017). Mereka meminta pemerintah mempertimbangkan kebutuhan masyarakat.
"Ini warga menggelar karena ada yang sedang sakit dan harus dibawa ke rumah sakit di pusat kabupaten. Selama ini, armada MAF dengan 4-5 penumpang yang dioperasikan di sini memang lebih sering digunakan untuk mengangkut pasien," ujar Vrielya Marseilla Turang, salah satu perawat di desa tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Desa Long Alango memang nyaris terisolasi. Tak ada jalan darat untuk menghubungkan desa ini dengan pusat kabupaten atau daerah lain di sekitarnya.
Warga hanya punya dua alternatif akses transportasi. Selain via udara dengan pesawat perintis yang disubsidi APBN dan APBD, mereka terkadang memanfaatkan jalur sungai, dengan moda long boat.
Adapun untuk angkutan pasien, Vrielya menyebut, biasanya ada tiga pilihan tujuan. Selain ke pusat Kabupaten Malinau, beberapa orang biasanya meminta dirujuk ke rumah sakit di Tanjung Selor, ibu kota Kalimantan Utara, atau ke Tarakan.
"Kalau perjalanan biasa dan tidak mendesak, mungkin bisa pakai long boat. Contoh, ke Tanjung Selor, itu sekitar 6 jam. Untuk angkut orang sakit, tentu tidak mungkin pakai itu," terang perempuan berdarah Manado ini.
Untuk jalur udara, selain MAF, warga Desa Long Alango juga difasilitasi maskapai Susi Air. Maskapai punya dua jadwal terbang dalam sepekan di desa ini.
"Satu kali setiap Kamis, itu yang disubsidi APBN. Satu kali lagi itu setiap sabtu, pakai APBD. September dan Oktober lalu, penerbangan dengan subsidi ini juga menggunakan MAF, setiap Rabu. Sekarang sudah tidak ada," beber dia.
Selain mengandalkan jadwal rutin itu, untuk akses transportasi, masyarakat desa Long Alango kadang memesan armada khusus dari kedua maskapai itu, jika memang mendesak. Untuk cara ini, tarifnya tak murah.
"Susi Air bisa belasan atau puluhan juta. Kalau MAF, setahu saya sekitar Rp 6 juta, dan itu biasanya difasilitasi lewat bantuan sosial, jika memang mendesak dipesan," terang dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Pembekuan MAF di wilayah pedalaman Kalimantan Utara memang menjadi pukulan bagi warga di sana. Sejak 1972 lalu, maskapai ini sudah melayani sekitar 30 titik di pedalaman Kabupaten Nunukan dan Malinau.
Sebelumnya, Officer Manager MAF di Tarakan, Tom Chrisley mengaku sudah mendapatkan surat undangan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, untuk membahas perizinan maskapai. Namun, dia menilai, jika nantinya dalam rapat tersebut meminta maskapai menjadi penerbangan niaga, hal itu bukanlah pilihan terbaik bagi perusahaan.
MAF, kata dia, sejak dulu sudah beroperasi dengan misi sosial. "Mustahil menjadi maskapai niaga dan tentu sulit. Harus ada kesepakatan dengan pemerintah, dan itu bergantung lagi dengan anggaran. Itu menyulitkan kami untuk fleksibel melayani masyarakat seperti biasanya," lanjutnya. (Saeroni)
Advertisement