Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana memberlakukan royalti progresif untuk komoditas emas, tembaga dan perak. Hal ini untuk membuat porsi penerimaan negara lebih besar.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Susigit menjelaskan, royalti progresif dikenakan pada tiga komoditas tersebut sebesar 0,25 persen, untuk setiap kenaikan harga yang melewati batas tertentu.
"Level harganya yang ditentukan. Jadi kalau yang tanpa progresif, begitu harga turun, kita pakai patokan harga. Begitu harganya naik, ikut progresif yang tambah 0,25 persen. Itu tambahannya kalau untuk yang emas," kata Bambang, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (27/11/2017).
Baca Juga
Advertisement
Bambang menuturkan, harapan dari pemberlakuan royalti progresif emas, tembaga dan perak untuk membuat porsi bagian negara negara melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tetap besar, dari kegiatan hilir pertambangan tembaga.
"Filosifinya itu supaya pemerintah selalu dapat lebih besar dari kenaikan harga. Cuma itu saja sebenarnya," ungkap Bambang.
Penerapan royalti progresif akan tercantum dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Draft revisi tersebut telah diusulkan ke tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Terpilihnya komoditas emas, tembaga dan perak diusulkan untuk diterapkan royalti progresif, karena fluktuasi harganya dinilai paling tinggi. "Fluktuasi harga yang lebih tinggi hanya tiga itu komoditasnya. Yang lain kan tetap stabil," tutur Bambang.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PNBP dari Industri Hilir Migas Capai Rp 1 Triliun
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, pencapaian Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor hilir minyak dan gas bumi (migas) melebihi target hingga November 2017.
Seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Jumat (24/11/2017), berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), PNBP sektor hilir migas sampai November 2017 tercapai Rp 1,05 triliun, atau sudah melampaui target sebesar 16 persen dari target PNPB yang ditetapkan pada 2017 sebesar Rp 900 miliar.
Dengan kondisi seperti ini, total PNBP BPH Migas akan mencapai Rp 1,1 triliun hingga akhir 2017. Yang artinya, PNBP BPH Migas rata-rata mencapai Rp 88,8 miliar per bulan.
PNBP BPH Migas ini berasal dari dua jenis pendapatan, yakni pendapatan iuran badan usaha atas kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 777 miliar atau 74 persen, serta dari kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa sebesar Rp 269 miliar 26 persen.
Tahun sebelumnya pada 2016, BPH Migas yang juga menargetkan angka PNBP sebesar Rp 900 miliar, dengan capaian akhir tahun melebihi target, sebesar Rp 1,083 triliun 120 persen.
Dalam beberapa tahun terakhir, BPH Migas tercatat selalu menyerahkan sebagian besar PNBP-nya kepada Pemerintah, dari kedua jenis penerimaan yaitu iuran BBM dan iuran gas bumi.
Advertisement