Liputan6.com, Jakarta - Gelora startup (perusahaan rintisan) yang bergerak di bidang teknologi finansial alias fintech, kini bisa dibilang cukup besar.
Kebutuhan masyarakat atas kebutuhan finansial yang lebih praktis dan digital dalam sehari-hari kian meningkat. Bahkan, startup fintech disebut-sebut menjadi salah satu instrumen penting yang bisa mendorong ekonomi digital Indonesia kelak.
Bagaimanapun, ada beberapa poin yang patut diperhatikan dalam upaya pembangunan ekosistem startup fintech di Indonesia, di antaranya implikasi dan tantangan dalam menerapkan fintech ke masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku disrupsi startup fintech membawa beberapa perubahan, di antaranya meliputi perubahan perilaku konsumen dari konvensional ke digital. Bahkan, transisi digital dalam bertransaksi diklaim meningkat masif.
Menurut keterangan OJK yang Tekno Liputan6.com terima pada Selasa (28/11/2017), peningkatan ini diklaim mampu menciptakan model bisnis baru (campuran) yang menggabungkan antara pihak startup dan OJK.
Adapun peluang yang akan didapatkan startup fintech antara lain disebutkan, seperti terciptanya layanan inovasi baru, efisiensi pasar, dan tentunya pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan.
Terkait implikasi, startup fintech sendiri disebut bisa menghadirkan kompetisi antara pihak startup dan OJK. Jika kompetisi terjadi, beberapa hal berarti harus diantisipasi, seperti kesenjangan peraturan, kesenjangan kapasitas pengawasan, serta perubahan paradigma dan transformasi.
Tak cuma itu, dalam mengembangkan ekosistem startup fintech ini, mereka disarankan harus bersiap menerima risiko yang akan terjadi, di antaranya seperti peningkatan risiko inheren, risiko siber, dan risiko reputasi.
Go-Jek Jadi Contoh Disrupsi Fintech
OJK juga memberikan contoh Go-Jek sebagai startup yang menciptakan model bisnis campuran akibat disrupsi fintech. Buktinya, Go-Jek sekarang malah mengandalkan layanan transaksi nontunainya, Go-Pay, sebagai salah satu strategi model bisnis baru.
Go-Jek kini memang sudah beroperasi secara penuh, jika dihitung-hitung, mereka telah mengumpulkan kurang lebih pemasukan sebanyak Rp 10 triliun.
Walau begitu, nyatanya Go-Jek kini masih belum juga mengantongi izin dari OJK dan tidak diawasi sama sekali. Bahkan, mereka tidak memiliki kewajiban pelaporan.
Karena itu, belajar dari kejadian ini, OJK berupaya ingin menjadi regulator yang sesuai bagi startup fintech agar bisa menjalankan bisnis dengan sebagaimana mestinya. Lantas, cara apa yang akan dilakukan OJK?
Advertisement
Pentingnya Peran OJK
Director of International Affairs Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani berkata pihaknya sebagai regulator ingin sama-sama memajukan semua startup yang bergerak di bidang fintech.
"Kami percaya fintech bisa jadi pendorong ekonomi, jadi jangan dijadikan rival tetapi justru bikin kolaborasi yang cantik," ujarnya.
Walau demikian, pria lulusan University of Bristol tersebut menyayangkan masih banyak startup fintech yang belum mengetahui keberadaan OJK sebagai pihak regulator.
Karena itu, ia mengimbau ke semua pelaku startup fintech untuk mengetahui peraturan yang telah dibuat OJK demi bisa mempromosikan industri mereka.
"Untuk bisa memajukan industri ini, mereka harus tahu ada OJK dan menuruti rules and regulations yang kita bikin. Beberapa rekan fintech yang kami temui bahkan belum tahu ada OJK. Kami itu otoritas dari seluruh aktivitas keuangan, jadi ada baiknya buat teman-teman (startup fintech) ketemu kita dalam fase awal sebelum mematangkan inovasi mereka," lanjut Triyono.
Seperti diketahui, Indonesia memang menjadi salah satu negara terbesar yang sukses memicu pertumbuhan usaha fintech. Saat ini, sudah ada sekitar 330 juta pengguna smartphone di Indonesia. Adapun pengguna internet aktifnya sendiri menyentuh angka 88 juta orang.
(Jek/Cas)
Saksikan Video Pilihan Berikut: