Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menegaskan akan menjalankan program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga dengan target 150 titik sampai 2019. Untuk membuat harga BBM di daerah terluar sama dengan di Jawa, Pertamina mengaku tak masalah harus merogoh kocek Rp 3 triliun.
"Kami tidak pernah mengatakan keberatan menjalankan program BBM satu harga, tidak pernah mengeluh. Kami lakukan itu semua," kata Sekretaris Perusahaan Pertamina, Syahrial Mukhtar saat berkunjung ke kantor Liputan6.com, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengungkapkan, saat ini 29 titik atau daerah terluar di Indonesia sudah menikmati harga BBM sama seperti di Jawa, yakni Rp 6.450 per liter untuk Premium dan Solar Rp 5.150 per liter. Target hingga akhir tahun ini, program BBM Satu Harga bisa menjangkau 50 titik dan totalnya 150 titik sampai dengan 2019.
"Jadi harga BBM di daerah terluar tadi yang harganya mahal, dipastikan bisa sama dengan harga BBM di Jawa," tegas Syahrial.
Dirinya mengaku, untuk mengimplementasikan program BBM Satu Harga di 150 titik, Pertamina harus mengalokasikan anggaran sekitar Rp 3 triliun. Duit itu untuk menanggung biaya distribusi BBM hingga ke pelosok daerah yang menjadi target.
"Itu perlu uang Rp 3 triliun, tidak apa. Tidak masalah karena ini sudah penugasan," ujar dia.
Lebih jauh Syahrial menjelaskan, sebenarnya prinsip dari program BBM Satu Harga adalah memperpanjang rantai distribusi. Dia mencontohkan, dalam pelaksanaan program ini, Pertamina harus menanggung biaya distribusi dari Jayapura ke Wamena yang sebelumnya bukan menjadi tanggungjawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.
"Dari Jayapura ke Wamena kan BBM diangkut pakai pesawat, itu yang kami tanggung supaya harga BBM di Wamena sama dengan di Jawa. Tapi kan ada lagi dari Wamena disalurkan ke daerah pegunungan, dan lainnya, jadi kalau harganya masih mahal atau ada daerah yang belum ter-cover masih bisa terjadi," jelas dia.
Tonton Video Pilihan Ini:
Warga Tambrauw Papua Barat Kini Nikmati Harga BBM Lebih Murah
Sebelumnya PT Pertamina (Persero) menambah jumlah lembaga penyalur penyedia bahan bakar minyak (BBM) satu harga atau BBM satu harga di Kecamatan Suasapor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Hal ini bentuk kepatuhan perusahaan dalam menjalankan penugasan.
General Manager Pertamina Marketing Operation Region VIII Maluku Papua Made Adi Putra mengatakan, dengan bertambahnya lembaga penyalur di Tambrauw, saat ini Pertamina sudah mengoperasikan 29 titik lembaga penyalur BBM di wilayah terdepan, terluar, dan terpencil (3T) di seluruh Indonesia.
Adapun di Papua dan Papua Barat sudah tersedia 12 titik lembaga penyalur BBM satu harga. Lembaga penyalur BBM tersebut berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kompak.
"Sampai akhir November 2017, untuk wilayah Papua dan Papua Barat, Pertamina sudah merealisasikan 12 dari target 16 lokasi BBM 1 harga sampai 2017 sebagaimana ditugaskan pemerintah dalam lampiran Permen ESDM No 36 tahun 2016," kata Made, di Jakarta, Jumat 24 November 2017.
Made mengungkapkan, SPBU Kompak di Tambrauw akan menjual produk solar dengan harga Rp 5.150 per liter, dan premium Rp 6.450 per liter. Padahal, sebelumnya harga BBM di Tambrauw mencapai Rp 20.000 per liter.
"Sama seperti titik lembaga penyalur lainnya dalam program BBM satu harga ini, SPBU kompak terletak di daerah yang sulit diakses," ujar Made.
Untuk memasok BBM ke SPBU tersebut, Pertamina mengirim BBM dari Terminal BBM Sorong dengan menempuh perjalanan yang sebagian masih bermedan tanah, sehingga membuat perjalanan sulit ditempuh oleh truk tangki.
"Untuk mendistribusikan BBM ke Tambrauw, distribusi dari TBBM Sorong, tantangan operasional belum bisa menggunakan mobil tangki berukuran besar sehingga untuk memenuhi kebutuhan alokasi di SPBU tersebut dilakukan pengiriman melalui truk kecil dengan beberapa kali ritase" jelas Made.
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa menegaskan, pembangunan SPBU di wilayah 3T ini bukan merupakan hal yang mudah, mengingat letak geografis dan ongkos angkut yang tinggi sehingga perlu diperhatikan tepat sasaran untuk BBM satu harga.
"Perlu ada monitoring dari pemerintah daerah dan aparat agar penyaluran BBM satu harga ini tepat sasaran" tutur Fanshurullah.
Advertisement