Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Pertemuan Tahunan BI 2017. Pada tahun ini, acara tersebut mengangkat tema Memperkuat Momentum dan akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam acara yang digelar malam ini (28/11/2017) di Jakarta Convention Center (JCC), BI akan memaparkan proyeksi ekonomi nasional di tahun depan.
Baca Juga
Advertisement
Selain Jokowi, rencananya turut hadir sejumlah menteri kabinet kerja, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan.
Sejumlah hal yang akan dipaparkan secara langsung oleh Gubernur BI Agus Martowardojo antara lain, pertumbuhan ekonomi, inflasi, kebijakan moneter, arah kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran,
Adapun arah kebijakan yang BI didasarkan pada tiga prinsip dasar kebijakan, yaitu berorientasi masa depan, berkesinambungan dan berimbang.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung pada 15-16 November 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,25 persen, dengan suku bunga Deposit Facility tetap 3,50 persen dan Lending Facility tetap 5 persen.
"Keputusan tersebut berlaku efektif sejak 17 November 2017," jelas Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Kamis 16 November 2017.
Agus menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik.
Tingkat suku bunga kebijakan saat ini dinilai masih memadai untuk menjaga laju inflasi sesuai dengan sasaran dan defisit transaksi berjalan pada level yang sehat.
Menurut Agus, BI tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang berasal dari global terkait rencana pengetatan kebijakan moneter dan reformasi fiskal di AS serta tekanan geopolitik lainnya.
Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memperkuat bauran kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, stabilitas sistem keuangan dan memperkokoh fundamental ekonomi Indonesia.
Ia melanjutkan, nilai tukar rupiah melemah pada Oktober 2017 karena dipengaruhi oleh faktor dari luar dan bukan karena alasan fundamental ekonomi. "Rata-rata harian selama Oktober melemah 1,63 persen menjadi 13.528 per dolar AS," tutur dia.
Dolar AS menguat secara global sebagai dampak dari respons pasar keuangan terhadap proses pencalonan pimpinan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) dan normalisasi moneter serta rencana reformasi pajak.
Tonton Video Pilihan Ini
BI Bakal Ajukan UU Redenominasi
Sebelumnya Bank Indonesia berancang-ancang menerapkan penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukar (redominasi), dengan memasukan Rancangan Undang-Undang redominasi dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2018.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, Bank Indonesia sedang melakukan pembicaraan dengan DPR, untuk memasukan Rancangan Undang-Undang redominasi ke dalam prolegnas.
"Tentu UU Redominasi mata uang harus dimulai dengan masuknya rancangan UU itu di dalam prolegnas," kata Agus, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Menurut Agus, memasukan Rancangan Undang-Undang ke prolegnas merupakan langkah awal untuk menerapkan redominasi. Harapannya bisa dilakukan pada 2018.
"Kita sedang membicarakan itu dengan pemerintah dan DPR tentang kemungkinan Rancangan Undang-Undang Redenominasi mata uang untuk bisa masuk prolegnas untuk bisa dibahas di tahun 2018," tuturnya.
Agus mengungkapkan, jika rancangan Undang-Undang telah disahkan menjadi Undang-Undang, redominasi tidak langsung efektif diterapkan. Pasalnya, memerlukan waktu persiapan, seperti masa transisi ke mata uang baru yang sudah denominasi.
"Tapi yang kami ingin sampaikan sebagaimana diketahui redenominasi bukan sesuatu yang begitu UU-nya disetujui langsung akan efektif, tetapi pasti akan memerlukan waktu mulai dari persiapan, mulai efektif, ada masa transisi sampai betul-betul kita punya denominasi mata uang baru," tutupnya.
Advertisement