Liputan6.com, Jakarta - Isu turunnya daya beli masyarakat menjadi hal yang ramai dibicarakan beberapa waktu terakhir. Namun hal tersebut secara langsung dibantah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia menyatakan, jika melihat data yang ada, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam satu tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang signifikan. Jika pada tahun ini hanya tumbuh 2,9 persen, pada tahun ini PPN mampu tumbuh 12,1 persen.
"Kalau ada yang menyampaikan daya beli kita melemah, angka yang saya peroleh menunjukkan tidak. Penerimaan PPN dibandingkan periode yang sma tahun lalu yang tumbuh 2,9 persen. Ini PPN, sekarang tumbuhannya 12,1 persen," ujar dia dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dengan pertumbuhan penerimaan PPN yang signifikan ini, lanjut Jokowi, membuktikan jika terjadi peningkatan transaksi di masyarakat. "PPN ini artinya ada transaksi di situ, karena pajak pertambahan nilai, artinya ada transaksi di situ. Artinya ada jual beli di situ," lanjut dia.
Selain itu, pertumbuhan kuartal III 2017 ini juga dinilai cukup berkualitas. Hal tersebut lantaran adanya kontribusi ekspor dan jasa yang sebesar 17,27 persen. Kemudian diikuti dengan investasi sebesar 7,11 persen.
Sementara di sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor informasi dan jasa komunikasi yang sebesar 9,80 persen. Diikuti jasa lainnya sebesar 8,71 persen. Sektor transportasi dan pergudangan juga tumbuh cukup signifikan 8,25 persen serta jasa perusahaan 8,07 persen.
"Yang di bawah 5 persen memang konsumsi rumah tangga yang sebesar 4,93 persen dan konsumsi pemerintah yang 3,4 persen. Angka ini memang harus kita pakai dalam buat kebijakan sehingga betul-betul policy yang kita putuskan betul-betul tepat," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi: Kondisi Sekarang Berbeda dengan Masa Lalu
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, kondisi ekonomi yang terjadi pada saat ini tidak bisa disamakan dengan apa yang terjadi dalam beberapa tahun lalu. Namun, perubahan-perubahan yang terjadi menjadi dasar bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan.
"Saya hanya ingin sedikit menyampaikan, kondisi sekarang, situasi sekarang adalah situasi yang new normal. Orang banyak sering membanding-bandingkan dengan masa lalu," ujar dia pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) 2017 di Jakarta, Selasa 28 November 2017.
Dia mencontohkan, pada periode 2011-2012, Indonesia mengalami ledakan harga komoditas. Akibatnya pada saat itu konsumsi rumah tangga berada di kisaran 7 persen. Sedangkan saat ini konsumsi rumah tangga di dalam negeri hanya mencapai 4,93 persen-4,95 persen.
"Ini profil yang ada sekarang, karena memang berbeda. Untuk dunia, ekonomi dunia dulu tumbuh 5 persen, sekarang 3 persen. Tiongkok dulu tumbuh 12 persen sekarang 6 koma sekian persen. Ini perbedaan yang harus kita pahami agar dalam mengambil kebijakan kita tidak salah. Banyak parameter berbeda, angka juga berubah," kata dia.
Selain itu, Jokowi menuturkan perubahan ini juga terjadi pada model bisnis baru yang mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Sebagai contoh, belum lama ini Indonesia diramaikan dengan hal yang berkaitan dengan daya beli dan perubahan pola konsumsi masyarakat.
"Kita tidak sadar sekarang banyak mode bisnis baru sehingga pola konsumsi berubah. Dulu orang suka belanja ke mal, ke toko, sekarang orang konsumsinya berada pada dunia wisata, suka pelesir. Pergeseran seperti ini yang juga harus kita mengerti dan pahami bahwa ada perubahan. Juga dari offline ke online.Ini perubahan yang mau tidak mau kita terima," ujar dia.
Advertisement