Liputan6.com, Washington, DC - Korea Utara kembali meluncurkan rudal balistik antarbenua pada 29 November 2017, sebelum pukul 03.00 waktu setempat, setelah dua bulan absen menguji coba senjata itu. Diyakini misil tersebut memiliki jangkauan terjauh di antara rudal lain yang pernah ditembakkan Korut.
Rudal tersebut meluncur hingga jarak hampir 1.000 km dan mencapai ketinggian 4.500 km. Setelah 53 menit mengudara, rudal itu jatuh di Laut Jepang.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, langsung merespons uji coba itu. "Itu adalah situasi yang dapat kami tangani. Kami akan mengurusnya," ujar Trump di Gedung Putih tanpa memberikan detail tambahan, seperti dikutip dari CNN, Rabu (29/11/2017).
Menteri Pertahanan AS, James Mattis, mengatakan bahwa rudal tersebut mencapai ketinggian tertinggi dibanding misil yang pernah Korea Utara uji coba sebelumnya.
Baca Juga
Advertisement
Mattis mengatakan, uji coba itu menunjukkan bahwa Korea Utara ingin mengancam seluruh tempat di dunia, termasuk AS.
Seusai uji coba itu diluncurkan, Trump menghubungi Perdana Menteri Shinzo Abe melalui sambungan telepon. Menurut Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yasutoshi Nishimura, kedua pemimpin itu setuju untuk memperkuat kemampuan untuk melawan ancaman Korea Utara.
PM Abe mendeskripsikan peluncuran itu sebagai tindakan kekerasan yang tak dapat ditoleransi. Sementara Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, mengatakan bahwa uji coba tersebut sebagai ancaman serius bagi perdamaian global.
Dewan Keamanan PBB telah menjadwalkan diadakannya pertemuan darurat untuk mendiskusikan provokasi Korea Utara tersebut.
Jepang Deteksi Sinyal Misterius Sebelum Korut Tembakkan Rudal
Beberapa hari sebelum Korea Utara meluncurkan rudal teranyarnya, Jepang melaporkan bahwa pihaknya telah mendeteksi sinyal radio yang diduga merupakan hasil dari persiapan peluncuran rudal balistik.
Pada Senin 27 November kantor berita Jepang, Kyodo, melaporkan bahwa pemerintahnya telah bersiaga usai menangkap sinyal radio tersebut. Mereka menyebut, peluncuran rudal bisa dilakukan dalam beberapa hari ke depan.
Kantor berita Korea Selatan, Yonhap, yang mengutip sumber Pemerintah Korsel juga melaporkan bahwa badan intelijen Amerika Serikat, Korsel dan Jepang baru-baru ini telah mendeteksi tanda-tanda kemungkinan peluncuran misil dan berada dalam siaga tinggi.
Peluncuran rudal balistik Korea Utara berhenti sejak pertengahan September lalu. Sebelumnya, negara pimpinan Kim Jong-un itu telah menembakkan rudal yang melewati daratan Jepang sebanyak dua kali sepanjang 2017.
Rudal pertama yang melintasi daratan Jepang diluncurkan pada akhir Agustus. Menurut Pyongyang, penembakan rudal Hwasong-12 itu merupakan 'langkah awal' dari operasi militer di Pasifik.
Pemerintah Jepang mengeluarkan peringatan, yang dikenal dengan J-Alert, atas peluncuran rudal Korut itu. Misil tersebut melintasi daratan Hokkaido yang berada di Jepang utara.
Sementara itu rudal kedua ditembakkan pada 15 September 2017 -- belum genap sebulan dari peluncuran misil sebelumnya. Senjata tersebut diluncurkan dari distrik Sunan, Pyongyang, tempat di mana bandar udara internasional Korea Utara berada.
Rudal diperkirakan terbang hingga mencapai ketinggian 770 kilometer dan menempuh jarak sekitar 3.700 km. Menurut Korea Selatan, misil itu jatuh di Samudra Pasifik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement