MKD Beber Beda Kasus 'Papa Minta Saham' dan E-KTP Setya Novanto

Kasus Setya Novanto yang terjerat dugaan korupsi e-KTP sangat berbeda dengan Papa Minta Saham dahulu.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 30 Nov 2017, 05:10 WIB
Tersangka kasus korupsi E-KTP Setya Novanto meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (21/11). Novanto memilih diam sembari dituntun menuju ke mobil tahanan untuk dibawa kembali ke rutan KPK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR belum memutuskan bagaimana nasib Setya Novanto di kursi Ketua DPR. Seperti diketahui, Setnov kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Maman Imanulhaq menegaskan, MKD tetap memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Setnov.

“Kalau ada yang anggap bahwa MKD tidak melakukan proses dalam kasusnya Setnov itu tentunya salah. Dari mulai tanggal 16 kita dan seluruh anggota MKD kita melakukan rapat dan didalamnya kita mendiskusikan tentang bagaimana status Setya Novanto yang sudah jadi tersangka dan bahkan hari ini sudah jadi tahanan KPK,” ujar Maman di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (29/11/2017).

Dia kemudian menjelaskan, kasus Setnov yang terjerat dugaan korupsi e-KTP sangat berbeda dengan Papa Minta Saham dahulu.

“Kalau kasus papa minta saham itu adalah pelanggaran etik, maka MKD bisa langsung masuk. Nah sedangkan kasus KTP elektronik ini betul-betul adalah kasus hukum, yang dalam tata cara kita itu harus melalui proses dulu menunggu sampai keputusan hukum itu inkrah,” ucapnya.

Selain itu, Maman mengaku MKD melihat celah karena ada pihak-pihak yang meminta Setnov diberhentikan dari Ketua DPR. Namun, kata dia, lagi-lagi semua itu tak bisa karena ada aturannya dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

“Nah poin kedua, kita melihat celah bagaimana ada yang mengusulkan soal pemberhentian Pak Setnov. Nah ini tidak bisa kita proses karena di UU MD3 pasal 87 cara-cara pemberhentian itu seorang pimpinan DPR berhenti karena pertama meninggal dunia lalu mengundurkan diri atau diberhentikan,” kata dia.

Oleh karena itu, lanjut Maman, MKD mencoba untuk meminta pendapat dari fraksi. Walaupun itu dinilai agak menyalahi tata aturan.

“Sekali lagi kami dibatasi oleh aturan ini sehingga kita berharap proses yang kita lakukan ini betul-betul di satu sisi kita ingin menegakkan hukum, di satu sisi ingin pemberantasan korupsi secara menyeluruh tetapi kita tidak ingin melanggar aturan yang kita buat sendiri,” jelas Maman.


Siap Limpahkan Berkas

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan sempat mengatakan penyidik KPK sudah merampungkan berkas penyidikan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang melibatkan Setnov.

Meski berkas penyidikan sudah lengkap, KPK belum melimpahkan berkas tersebut ke penuntutan. Alasan yang dikemukakan Basaria, lantaran tim penyidik masih harus memeriksa saksi dan ahli meringankan seperti yang diminta oleh pihak Setnov.

Menurut Basaria, jika pemeriksaan saksi dan ahli selesai, pihaknya tak akan menunggu lama untuk melimpahkan berkas tersebut. Saat ditanya akankah melimpahkan berkas pada pekan depan, Basaria mengaku akan mengusahakannya.

"Ya kami usahakanlah ya," ujar Basaria di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2017).

Sementara itu, Basaria mengatakan jika para saksi dan ahli yang meringankan tetap tak memenuhi panggilan penyidik KPK, maka pihak KPK akan langsung melimpahkan berkas penyidikan Setnov tanpa harus menunggu keterangan para saksi dan ahli.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya