Liputan6.com, Buenos Aires - Dua mantan perwira Angkatan Laut (AL) Argentina dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya antara tahun 1976 hingga 1983 di bawah kekuasaan militer.
Keduanya, Alfredo Astiz dan Jorge Eduardo Acosta, dinyatakan bersalah karena terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan ratusan lawan politik.
Astiz yang dikenal sebagai "angel of death" atau "malaikat maut" menolak untuk meminta maaf.
"Organsasi hak asasi manusia adalah kelompok balas dendam dan persekusi," ujar Astiz di persidangan. "Saya tidak akan pernah meminta maaf."
Baik Astiz dan Acosta sebelumnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2011 atas tuduhan penyiksaan, pembunuhan, dan penghilangan paksa.
Dikutip dari BBC, Kamis (30/11/2017), mereka termasuk di antara 54 orang uang diadili atas kejahatan yang dilakukan di Naval Mechanical School atau Esma.
Baca Juga
Advertisement
Dari 54 orang yang didakwa, 29 orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, 19 orang dijatuhi mulai dari delapan hingga 25 tahun bui, sementara enam lainnya dibebaskan.
"Ini lebih dari yang kami harapkan," ujar Miriam Lewin, korban selamat dari Esma, sebuah sekolah AL di Buenos Aires, Argentina, yang terkenal sebagai pusat penyiksaan rahasia.
Ia mengikuti persidangan itu bersama ratusan aktivis dan kerabat korban di luar gedung pengadilan.
Diperkirakan sebanyak 30.000 orang tewas setelah junta militer yang dipimpin oleh Jenderal Jorge Rafael Videla merebut kekuasaan pada 1976. Ia berjanji akan membebaskan Argentina dari ancaman komunisme.
Setelah ia berkuasa, aktivis sayap kiri dan warga yang diduga terlibat, ditahan dan dibunuh di luar hukum. 'Teror' itu berlangsung selama tujuh tahun.
Mereka dibawa ke pusat penyiksaan dan pembunuhan rahasia yang didirikan oleh militer. Kasus itu kemudian dikenal sebagai "Perang Kotor".
Esma, Saksi Bisu Kekejian Militer
Esma merupakan tempat penyiksaan rahasia terbesar di Argentina. Tempat itu kemudian diubah menjadi museum hak asasi manusia pada 2004.
Sekitar 5.000 tahanan diperkirakan telah dibawa ke sana, di mana 90 persennya keluar dengan tak bernyawa.
Beberapa dari mereka dibunuh oleh regu tembak, sementara lainnya ada yang dilempar dari pesawat ke Samudra Atlantik.
Pengadilan kasus tersebut dibuka pada 2012, dengan fokus atas kejahatan yang dilakukan di Esma terhadap 789 korban.
Lebih dari 60 orang didakwa atas kasus itu. Namun, jumlah tersebut berkurang menjadi 54 setelah beberapa di antara mereka meninggal atau dinilai terlalu lemah, karena alasan kesehatan, untuk diadili.
Advertisement