DPR dan Pemerintah Masih Bahas Revisi UU PNBP

Menkeu Sri Mulyani menyatakan, pentingnya revisi UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lantaran sudah tak sesuai perkembangan saat ini.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Nov 2017, 13:59 WIB
Sri Mulyani memimpin rapat di kereta (foto: Facebook Sri Mulyani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih terus membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). RUU tersebut merupakan amandemen dari UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan saat ini pihaknya terus berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam revisi UU tersebut. Bahkan para anggota dewan juga telah terbang ke luar negeri guna melakukan studi banding terkait hal ini.

"Kami terus membahas dengan dewan untuk komunikasi. Saat ini masih pembahasan sesuai dengan daftar inventarisasi masalah per bagian. Dan dewan juga sudah studi banding ke berbagai negara untuk melihat bagaimana peranan dan fungsi pengelolaan PNBP," ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Dia menjelaskan, salah satu poin yang akan direvisi dalam UU PNBP ini yaitu soal royalti pertambangan. Oleh sebab itu, Kemenkeu juga berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna membahas hal ini.

‎"Untuk perubahan dari sisi tingkat royalti, sesuai dengan revisi PP, sedang dalam proses. Pembahasan antar kementerian sudah dilakukan. Dan kami harus proses di antara panitia antar kementerian dan kami berkomunikasi sesuai tugas Menteri ESDM dan para stakeholder penambang mineral di Indonesia," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Selanjutnya

Sri Mulyani mengatakan, urgensi dari revisi UU PNBP ini lantaran aturan tersebut ada sejak 1997, sehingga sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan saat ini.

"Untuk PNBP, UU-nya 1997 dikeluarkan, yaitu sebelum UU Keuangan Negara (Nomor 17 Tahun 2003). Ada inkosistensi antara UU PNBP dan UU keuangan negara sehingga salah satu revisinya adalah bagaimana membuat dua aturan tersebut sinkron dan kpnsisten sehingga tidak menjadi sumber ketidakpastian terutama bagi kementerian/lembaga (K/L)," jelas dia.

Selain itu, selama ini muncul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait K/L yang melakukan pungutan PNBP di luar aturan yang berlaku. Oleh sebab itu Sri Mulyani menilai perlu adanya penegasan kembali terkait dengan prinsip dasar pungutan seperti siapa yang boleh memungut, bagaimana izin memungut dan penggunaan pengutannya.

"Jadi ada berbagai area yang kami memberikan penegasan dan perbaikan berorientasi pada masyarakat sehingga masyarakat memiliki kepastian (bahwa) tidak selalu berhubungan dengan pemerintah dia tidak tahu apakah akan dipungut dalam rangka apa. Ini ditegaskan dalam RUU ini," ungkap dia.

Sri Mulyani berharap, kelanjutan dari pembahasan revisi UU PNBP ini bisa segera lakukan dengan DPR.‎ "Dan saya harap bisa segera memulai pembahasan lagi secepatnya sesuai dengan kecepatan pembahasan dengan dewan," ujar dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya