Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertanyakan alasan diadakannya Reuni Alumni 212 yang diselenggarakan pada Sabtu, 2 Desember 2017.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid pun mengajak para pemrakarsa acara reuni 212 untuk kembali merenungi makna perjuangan para nabi.
Advertisement
Dia menyatakan sudah begitu hebat kah perjuangan 212 sehingga harus membentuk forum alumni dan kemudian diperingati peristiwa itu setiap tahunnya.
"Sementara masih banyak pekerjaan umat yang terbengkalai yang menuntut kita untuk segera ditangani," ujar Zainut kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis, 30 November 2017.
Islam, kata dia, mengajarkan untuk selalu memandang ke depan, jangan terus menengok ke belakang. "Boleh menengok ke belakang tapi dengan maksud untuk melakukan muhasabah, perbaikan untuk hari esok yang lebih baik," demikian Zainut.
Alumni 212 akan menggelar reuni di Monas, Jakarta Pusat, Sabtu, 2 Desember 2017. Acara yang dikemas dalam peringatan Maulid serta ceramah tersebut akan berlangsung sejak pagi hingga siang hari.
Meski begitu, kata dia, pada era demokrasi saat ini, sah-sah saja orang berkumpul untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat sepanjang hal itu dilakukan dengan mematuhi ketentuan perundang-undangan.
"Bagi saya peristiwa 212 merupakan peristiwa yang sangat fenomenal dan hanya bisa terjadi karena kehendak Allah SWT semata. Hal itu bagi saya merupakan pengalaman yang sulit untuk dihapus begitu saja," ujar Zainut.
Namun begitu, sambung dia, banyak peristiwa fenomenal lainnya dalam sejarah Islam, bahkan melebihi dari peristiwa 212, jika disamakan peristiwa 212 adalah bentuk dari jihad terhadap kemungkaran.
"Pada zaman Nabi ada peristiwa perang. Begitu juga pada masa sahabat. Banyak sekali peristiwa yang sangat besar dan fenomenal. Pertanyaan sederhananya pernahkan kita berpikir untuk memperingati peristiwa-peristiwa tersebut?" ujar dia.
Dia lantas menjelaskan, ada satu peristiwa yang diperingati sebagian umat Islam, yaitu peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan itu awalnya diselenggarakan Sultan Salahuddin al-Ayyubi, pendiri Dinasti Ayyubiyah dari Tikrit, Irak, dalam rangka untuk menyemangati para pejuang Muslim menghadapi tentara Salib. Akan tetapi, peringatan Maulid Nabi tersebut dianggap tidak sesuai bahkan pada penilaian penyesatan.
Jangan Politisasi Agama
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tidak mempermasalahkan digelarnya aksi Reuni Alumni 212 pada Sabtu, 2 Desember 2017 mendatang.
"Reuni, kongres atau apa pun namanya boleh saja dilakukan. Apalagi jika dimaksudkan untuk meningkatkan ukhuwah Islamiah (persaudaraan sesama muslim) dan ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan warga bernegara)," ujar Ketua PBNU Robikin Emhas di Jakarta, Kamis (10/11/2017).
Namun, dia mengingatkan agar aksi tersebut tidak menyeret masalah agama ke dalam politik praktis, apalagi menjadikan agama sebagai kendaraan politik.
"Politisasi agama akan mengoyak kohesivitas sosial yang pada gilirannya merusak persatuan dan kesatuan bangsa," tutur Robikin, seperti dilansir dari Antara.
Menurut dia, agama hendaknya dijadikan inspirasi dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan sebagai aspirasi politik.
Kesepakatan para pendiri bangsa atas NKRI sebagai negara bangsa harus dijunjung tinggi. Karena itu, dia tak rela bila massa aksi reuni 212 menyeret persoalan agama ke dalam isu politik.
"Betapa rendah kedudukan agama bila dijadikan aspirasi politik hanya untuk menangguk keuntungan politik elektoral lima tahunan. Apalagi untuk dikonversi dengan perolehan suara dalam politik elektoral," ucap Robikin.
Saksikan video di bawah ini:
Advertisement