Liputan6.com, Honolulu - Salah satu negara bagian Amerika Serikat, Hawaii, telah menguji sirene peringatan serangan nuklir untuk pertama kalinya sejak Perang Dingin berakhir.
Uji coba sirine yang rencananya dilakukan setiap bulan itu dilakukan di tengah meningkatnya ancaman program rudal dan nuklir Korea Utara.
Negara di Pasifik itu tiap bulannya telah menguji coba sirene untuk bencana alam, termasuk tsunami. Namun, tes sirine ancaman nuklir menggunakan nada yang berbeda.
Dikutip dari BBC, Sabtu (2/11/2017), terakhir kali sirine peringatan serangan nuklir diuji di Hawaii adalah pada tahun 1980-an, yang tahun-tahun terakhir Perang Dingin. Sirine itu terdengar lagi pada 1 Desember 2017 kemarin.
Baca Juga
Advertisement
Seperti dilaporkan Honolulu Star-Advertiser, Kepala Badan Manajemen Keadaan Darurat Hawaii, Vern Miyagi, mengatakan bahwa sangat penting bagi masyarakat untuk memahami arti nada sirine yang berbeda-beda.
Surat kabar itu juga menyebut, bahwa rudal dari Korea Utara bisa tiba di Hawaii dalam waktu 20 menit setelah diluncurkan.
Hawaii merupakan wilayah yang menjadi markas militer AS di kawasan Asia Pasifik.
Pada 29 November 2017, Korea Utara meluncurkan uji coba terbaru rudal antar-benuanya. Misil tersebut, diklaim mampu menyerang seluruh daratan Amerika Serikat.
Para ahli mengatakan, rudal Hwasong-15 itu tampaknya mampu mengangkut hulu ledak nuklir. Meski demikkian, belum jelas apakah Pyongyang telah mampu membuat senjata nuklir yang cukup kecil untuk dipasang di sebuah rudal.
Rudal Korea Utara Terbaru Kali Ini Mampu Menjangkau Washington DC
Rudal balistik antarbenua (ICBM) teranyar yang diluncurkan Korea Utara pada 29 November, diperkirakan oleh para pakar memiliki kapabilitas untuk menjangkau ibu kota Amerika Serikat, Washington DC.
Pakar menambahkan, misil itu juga diprediksi dapat menjangkau hampir sebagian besar wilayah AS.
Seperti dimuat oleh CNBC, Korea Utara menembakkan rudal melambung ke atas langit hingga setinggi 4.500 km dan kemudian mendarat di Laut Jepang, atau sekitar 1.000 km dari titik peluncuran awal.
"Selama 50 menit, rudal terbang semakin tinggi. Bahkan, lebih tinggi dari rudal-rudal yang sebelumnya sudah mereka lakukan," kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis.
David Wright, direktur program keamanan global untuk firma analis nonprofit Union of Concerned Scientist menyebut, ICBM Korea Utara teranyar itu mampu menempuh jarak yang lebih jauh jika meluncur dalam jalur lintasan semi-horizontal.
Sementara itu, Scott Seaman, direktur biro Asia untuk firma konsultan Eurasia Group, sependapat dengan pernyataan Wright.
"Jika diluncurkan pada lintasan rata, misil itu bisa menempuh perjalanan hingga mencapai jarak sejauh 13.000 km. Jarak itu cukup untuk mencapai Washington DC," tambah Seaman.
Namun, Michael Elleman, analis senior di International Institute for Strategic Studies dan kelompok observator 38 North memberikan pandangan yang berbeda.
"Perlu ada pemeriksaan mendalam sebelum mencapai simpulan mengenai performa dan reliabilitas misil tersebut. Kita juga perlu mengetahui isi muatan secara presisi untuk menganalisis jangkauan rudal tersebut," kata Elleman.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement