Liputan6.com, Semarang - Pil Paracetamol Cafein Carisoprodol (PCC) produksi jalan Halmahera 27 Semarang ternyata hanya dijual Rp 3000 setiap butirnya. Pil ini sudah sanggup membuat yang mengkonsumsi menjadi "gila".
Jumlah yang disita memang jutaan. Tepatnya 7.120.000 butir. Pil ini sesungguhnya sudah dilarang beredar sejak tahun 2013 lalu. Namun, Ahmad Sutanto tetap memproduksi di sebuah rumah besar di Jalan Halmahera Nomor 27 Kota Semarang. Meski mengaku baru menjalankan produksinya tiga bulan terakhir, berdasarkan fakta perjanjian kontrak, ternyata pil sudah ada sejak tahun 2015.
Sehari setelah penggerebekan, Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso menjelaskan, pil PCC yang disita terbagi menjadi beberapa paket. Ada 1.710.000 butir merupakan pil yang dikemas dalam paket murah. Pil ini dijual dalam paket murah per bungkus 1.000 butir.
"Sampai di pasaran, oleh penjualnya kemudian dijual eceran," kata Budi Waseso, Senin (4/12/2017).
Baca Juga
Advertisement
Untuk paket lainnya, dikemas dalam kemasan cetak dan dijual dengan kemasan alumunium foil. Namun penjualannya juga dilakukan dengan cara bijian. Ada 5.410.000 butir pil dalam kemasan ini.
"Kami juga menyita 156 kilogram bahan mentah pil PCC yang diestimasi bisa menghasilkan 4 juta sampai 5 juta butir pil," kata Budi Waseso.
Bahan lain yang ditemukan dan disita BNN berupa 20 karung Carisoprodol, tepung lima karung, 17 drum Paracetamol, dan sejumlah mesin cetak pil. Untuk mesin, memiliki berkapasitas tinggi, yakni 35 butir pil per detik.
Tak Laku di Jawa
Mengapa Pil PCC produk Semarang tidak dipasarkan di Semarang atau Pulau Jawa?
Budi Waseso menyebutkan bahwa saat ini persaingan perdagangan narkoba sangat tinggi. Selain kualitas yang bisa dilihat dari efek yang ditimbulkan, masalah harga juga memengaruhi pasaran. Pil PCC produksi Semarang ini memang diproduksi untuk diedarkan ke wilayah Kalimantan.
"Pil tidak dipasarkan di Pulau Jawa kemungkinan karena kalah bersaing dengan narkoba jenis lain. Selain itu, harganya dijual murah, Rp 3.000 per butir," kata Budi Waseso didampingi Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono.
Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan bahwa pil PCC produksi Semarang ini sudah dilakukan sejak satu setengah tahun lalu. Dari produksi yang cukup tinggi itu, produsen tiap bulannya memiliki pendapatan bersih hingga Rp 2,7 miliar. Jaringannya cukup rapi, produksi Semarang ini diatur dari Tasikmalaya.
"Tempat produksinya di Semarang dan Solo. Tasikmalaya untuk bersembunyi, dan Kalimantan sebagai pasar,” kata Budi Waseso.Yang menarik dan masih menjadi misteri adalah ditemukannya senjata api laras pendek milik Ahmad Sutanto. Hasil pengamatan sementara, senjata api itu bentuk dan tipenya sama dengan yang digunakan para petugas dari BNN. Adakah kaitannya?
"Senjatanya memang mirip dengan jenis yang dimiliki oleh BNN. Tentang penyelidikan senjata akan ditangani dan dikembangkan oleh Polda Jateng. Kita percaya itu," kata Budi Waseso.
Sementara itu, Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono berjanji akan terus menyelidiki dan menuntaskan kasus pil PCC di Kota Solo dan Kota Semarang.
"Terkait kepemilikan senjata akan kita selidiki lebih lanjut," kata Kapolda Condro Kirono.
Advertisement