Liputan6.com, Jakarta Tampil berhijab, bukan jadi penghalang bagi Febtria Adisthya Rato Putri untuk berprestasi di dunia bulu tangkis. Ranggi, panggilan akrabnya, pernah meraih peringkat ketiga badminton nasional Prancis.
Tentu saja, semua tak lepas dari kerja keras dan semangat Ranggi dalam mengeksplorasi skill di cabor bulutangkis. Hasilnya? Pada 2014, Ranggi mendapat kesempatan emas dengan memenuhi pinangan salah satu klub bulu tangkis di Prancis. Ia pun berpamitan dengan seluruh keluarganya yang tinggal di bilangan Condet, Jakarta Timur. Ia melepas rindu dengan orangtuanya sambil memohon doa restu.
Advertisement
Ranggi kemudian didaulat bergabung dengan Klub Red Stad Mulhouse. Kini, ia sedang mengikuti liga Top Douze atau Top 12, sebuah liga yang hanya bisa diikuti oleh atlet peringkat 1-12 di Prancis.
Main bulutangkis sejak kelas 2 SD
Perempuan berhijab itu lahir dan dibesarkan dari lingkungan keluarga pecninta bulu tangkis. Ia terlihat menuruni hobi ayahnya, Asidikin, dengan mulai belajar bulu tangkis sejak ia duduk di bangku kelas 2 SD.
Melihat bakat dan antusiasme sang putri tercinta, Asidikin memasukkan Ranggi ke klub Persatuan Bulutangkis Pesat di Jakarta Timur.
"Duka saya ketika kecil adalah, saya tidak seperti anak-anak lain yang punya banyak teman. Masa kecil saya hanya saya gunakan untuk sekolah, latihan bulu tangkis, dan pertandingan," ujar Ranggi, seperti dilansir dari AntaraNews pada Senin (4/12/2017).
Simak juga video menarik berikut:
Ranggi pernah menginap di belakang terminal bus
Ranggi sering mengikuti banyak turnamen. Piala pertamanya adalah juara satu antarklub se-Jabodetabek. Ayahnya, mengenang masa-masa ketika menemani Ranggi tampil di berbagai turnamen.
"Saya temani dia di berbagai turnamen. Bahkan pernah waktu itu Ranggi habis ikut turnamen dan juara 1, turun dari podium langsung ke Terminal Kampung Rambutan, naik bus malam ke Bandung untuk besoknya ikut turnamen BM 77 jam 8 pagi," kata Asidikin.
Kala itu, Ranggi dan ayahnya belum pernah sama sekali menginjakkan kaki mereka ke ibu kota Jawa Barat. Saking bingungnya, mereka memilih menginap di belakang terminal.
"Alhamdulilah, selama seminggu di Bandung, Ranggi juara 1," kenang Asidikin.
Kejuaraan demi kejuaraan membuat Ranggi ingin menjadi atlet bulu tangkis sejati. Ketika kelas 5 SD, Ranggi mengikuti turnamen pekan olah raga siswa se-Indonesia di Ragunan Jakarta Timur dan meraih juara ke-2.
Advertisement
Talenta Ranggi tercium oleh Verawaty Fajrin
Di situ juga bintang bulu tangkis kebanggaan Indonesia, Verawaty Fajrin, menawari Ranggi untuk dididik langsung. Verawaty mengajukan syarat kepada Ranggi agar ia bersedia tinggal di asrama atlet.
Namun, Asidikin keberatan karena Ranggi masih duduk di bangku sekolah dasar. Ayahnya menawarkan agar setiap hari Ranggi diantar usai sekolah ke tempat latihan.
"Verawaty setuju, tapi mengharapkan Ranggi setelah lulus SD masuk ke SMP atlet di Ragunan," kata Asidikin.
"Saya bersyukur karena semua biaya ditanggung pusat pelatihan. Bulutangkis ini menurut saya olah raga yang mahal, untuk latihan privatnya hitungan perjamnya saja sudah mahal," sambungnya.
Setelah lulus SD Ranggi punya pilihan masuk SMP negeri favorit karena nilainya yang tinggi. Namun, dia memilih masuk ke SMP atlet.
Keseriusan Ranggi dalam berlatih membawanya menang kompetisi Sirnas (sirkuit nasional) dan mendapatkan juara 1 sebanyak 2 kali berturut-turut.
Gagal Masuk Pelatnas, Ranggi Justru Dilirik Klub Bulu Tangkis Prancis
Dia berharap bisa masuk Pelatnas, namun kenyataan berkata lain. Rasa kecewa dan kesal membuatnya mau berhenti dari bulu tangkis. Namun, keluarga terus memberi semangat agar Ranggi tetap aktif menekuni bulutangkis.
Doa orangtua adalah yang terbaik. Ketika lulus SMA, Ranggi memutuskan untuk melanjutkan menjadi atlet badminton di Klub Mutiara Bandung. Berkat prestasinya, siapa yang bisa menyangka dia akhirnya ditawari bergabung dengan Klub Red Stad Mulhouse di Prancis.
"Ingin seperti Susy Susanti, mengharumkan nama Indonesia dengan bulutangkis," Ranggi menjelaskan soal targetnya.
(Aditia Maruli Radja/AntaraNews)
Advertisement