Ibu Meninggal karena Kanker, Bocah Cilik di Jepang Hidup Mandiri

Usai kematian sang ibu, Hana-chan harus mengurus kebutuhan rumah dari mencuci dan memasak.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 05 Des 2017, 08:42 WIB
Sepulang dari sekolah Hana-chan harus mengerjakan pekerjaan rumah hingga malam hari (Hana-chan)

Liputan6.com, Tokyo - Sepintas Hana-chan yang tinggal di Fukuoka, Jepang terlihat seperti bocah berusia lima tahun lainnya. Ia pergi ke sekolah pada pagi hari dan pulang pada siang hari.

Namun, kehidupan bocah perempuan ini ternyata tak sama seperti anak sebaya lainnya. Sepulang dari sekolah ia harus mengerjakan pekerjaan rumah hingga malam hari.

Dilansir dari laman Goodtimes.my, Selasa (5/12/2017), Hana-Chan ternyata seorang bocah yang mandiri karena harus mengurus anggota keluarganya.

Tiap pagi, aktivitas Hana dimulai dengan berberes tempat tidur dan sarapan. Tak lupa ia juga menyiapkan makanan untuk anjing peliharaan.

Begitu pulang sekolah ia mencuci dan melipat pakaian kemudian dilanjutkan dengan membersihkan bak mandi dan memasak untuk makan malam ayahnya.

Sementara itu, Chie yang merupakan ibu dari Hana adalah seorang penderita kanker payudara sejak tahun 2001. Ia kemudian menikah dengan seorang pria bernama Shingo Yasutake -- ayah Hana.

Sejak awal pernikahan, Chie tak berpikir untuk memiliki anak. Namun, secara ajaib ia melahirkan Hana-chan.

Bersama dengan kanker payudara yang ia derita, Chie berhasil membesarkan Hana-chan hingga usia lima tahun. Kala itu, ia sudah mengajari Hana untuk memegang pisau di dapur. Hal itu ia lakukan karena tahu usianya sudah tak lama lagi.

Sepulang dari sekolah Hana-chan harus mengerjakan pekerjaan rumah hingga malam hari (Hana-chan)

Pada usia empat tahun, Chie memberikan hadiah berupa celemek kepada Hana.

Tak lama setelah mengajari sang buah hati untuk memasak, kanker payudara Chie dengan cepat menyebar hingga hati dan paru-paru. Pada saat itu pula sang ibu sudah tak bisa menahan rasa sakit dan meninggal dunia.

Kini, Hana masih mengingat segala sesuatu yang diajarkan ibunya. Pasca-kepergian sang ibu dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah, bocah tersebut menulis sebuah surat dengan judul "Untuk Ibuku yang Tersayang".

"Ibu...aku ingin memberitahu ibu sesuatu. Kini aku sudah bisa membuat sajian bento dengan baik. Tidakkah ibu kaget melihat aku kini tak lagi menangis. Aku akan terus melakukan yang terbaik ibu..." tulis Hana-chan dalam sebuah surat.

Kisah inspirasional ini ternyata mendapat perhatian dari banyak orang. Banyak orang yang tersentuh dengan kisah bocah mandiri ini.

Oleh sebab itu, sang ayah, Shingo ingin membuat buku berdasarkan kisah Chie dan Hana-chan.

Lewat buku ini, Shingo ingin memberitahu orangtua di seluruh dunia bahwa untuk mengajar anak lebih mandiri. Dalam buku itu nantinya tergambar kekuatan cinta antara anak dan ibu tersebut.

Bagaimana Chie bertahan dalam penyakit kanker yang begitu mematikan. Ternyata, buku langsung menjadi best seller dan paling di cari oleh warga Jepang.

Meskipun kini Hana tak lagi bersama Chie, Shingo yakin bahwa kenangan antara keduanya akan selalu ada di dalam hati. Shingo yakin bahwa sebelum Chie pergi, sang istri telah memberi pengalaman hidup yang berharga untuk bocah tersebut.

 


Mahasiswi China Merawat Nenek 93 Tahun

Kisah menyentuh dan penuh emosional juga pernah terjadi di China. Ada seorang mahasiswi yang dengan sabar merawat neneknya yang sudah renta.

Seorang mahasiswi di China membuat banyak orang terenyuh dengan kesabaran dan ketelatenannya merawat sang nenek yang berusia 93 tahun.

Liu Lin, nama perempuan berusia 20 tahun itu adalah mahasiswi tahun kedua di Chengdu University. Ia mengalami serangkaian duka pada tahun 2015.

Pada bulan Maret 2015, nenek Liu mengalami patah kaki. Dan pada bulan April, ayahnya meninggal karena sakit. Tak lama, ibunya diketahui menderita gangguan jiwa. Demikian seperti dilaporkan Sina News dan dikutip Shanghaiist.

Tentu, dengan kondisi sang ibu yang demikian ia tak mampu merawat nenek Liu. Keputusan besar pun diambil perempuan muda itu pada Agustus lalu.

Ia membawa sang nenek tinggal bersamanya di sebuah kamar di asrama dekat kampus.

"Aku dibesarkan oleh nenekku, sekarang giliranku merawatnya. Dan aku tidak punya pilihan. Tidak ada orang lain yang menjaganya," kata Liu seraya menambahkan bahwa ketiga pamannya telah meninggal dunia.

Kamar sewaan yang dihuni Liu dan sang nenek diisi oleh dua tempat tidur, lemari, sebuah meja makan kecil, dan meja belajar di sudut ruangan. Setiap bulannya, mahasiswi perempuan itu harus merogoh kocek sebesar 600 yuan untuk biaya sewa kamar.

Adik Liu juga bekerja di kota yang sama. Ia menjenguk dua perempuan itu satu bulan sekali. Tak lupa setiap kali datang ia memberi uang sebesar 2.000 yuan untuk membantu kehidupan sang kakak dan neneknya.

Setiap hari, Liu harus bangun pukul 7.30 atau 30 menit lebih awal sebelum ia meninggalkan asrama kampusnya. Setelah kelas pagi usai, ia bergegas pulang untuk menyiapkan makan siang, memasak makanan lunak bagi sang nenek yang telah kehilangan hampir seluruh giginya.

"Cemilan favorit nenekku adalah sosis dan marshmallow," ujar perempuan itu.

Agar sang nenek tak bosan, Liu menyimpan banyak stok film perang yang menjadi favorit perempuan lansia itu di komputernya. Sehingga neneknya dapat menonton ketika ia tinggal ke kampus.

Ketika cuaca terasa sedikit hangat, Liu akan membawa neneknya turun ke bawah. Dengan kursi roda ia membiarkan perempuan berusia senja itu menghirup udara segar.

Merawat sang nenek tentu membutuhkan banyak energi dan waktu. Namun Liu menjalani semua itu sepenuh hati, tanpa beban.

"Liu adalah seorang mahasiswa yang sangat baik. Dia telah mengajukan program magang ke universitas. Dia selalu mengambil inisiatif untuk membantu bersih-bersih," kata dosen bernama Zhang Na.

Kisah hidup Liu menyentuh hati banyak orang dan beberapa telah menawarkannya bantuan finansial. Namun perempuan muda itu menolaknya.

"Rasanya seperti mendapatkan sesuatu yang sia-sia. Adikku bekerja dan mendukung hidupku dan nenekku. Aku sendiri memiliki pekerjaan paruh waktu di kampus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kami bisa melakukannya dan tidak perlu bergantung kepada orang lain," tegas Liu.

Seorang pengguna Weibo lainnya menulis, "Ini berkah bagi siapa saja yang memiliki seorang nenek. Layaknya kata pepatah, 'seorang manusia sepuh adalah harta bagi keluarga'. Saya mengharapkan yang terbaik bagi Liu dan neneknya."

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya