Liputan6.com, Tokyo - Bursa Asia melemah seiring langkah investor yang meninggalkan saham teknologi, di tengah harapan kebijakan pemotongan pajak di Amerika Serikat.
Melansir laman Reuters, Selasa (5/12/2017), indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang ditutup turun, dengan saham Samsung Electronics melemah 1,5 persen.
Adapun indeks Nikkei Jepang turun 0,4 persen. Di mana, saham seperti milik Tokyo Electron (8035.T) dan Shin-etsu Chemical (4063.T) memimpin penurunan.
Baca Juga
Advertisement
Di Wall Street, indeks Dow Jones mencetak rekor tertinggi, seiring lonjakan saham perbankan dan peritel saat saham perusahaan teknologi jatuh.
Ini karena investor menyesuaikan portofolio mereka, dengan harapan mendapatkan keuntungan dari kebijakan pemotongan pajak perusahaan yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Namun, indeks S&P 500 berakhir melemah usai mencapai level tertinggi sepanjang hari di awal perdagangan, sementara indeks teknologi Nasdaq turun 1,05 persen.
Indeks teknologi mencapai level terendah dalam lima minggu dengan turun 4,3 persen dari rekor puncaknya yang dicapai sepekan lalu, meskipun masih merupakan pemain terbaik tahun ini dengan kenaikan year-to-date sebesar 33 persen.
Investor beralih ke bank dan pengecer, yang terlihat diuntungkan dari pemotongan pajak perusahaan.
Tujuan Presiden Donald Trump untuk mengurangi pajak pengusaha, terbuka usai Senat menyetujui rencana pajaknya.
"Beberapa valuasi saham perusahaan teknologi yang tinggi mulai membentang. Agar seluruh pasar terus melaju, kami membutuhkan rotasi sektor," kata Nobuyuki Kashihara, Kepala Penelitian Asset Management One.
"Secara keseluruhan, saham dunia didukung oleh pertumbuhan yang sinkron dalam ekonomi global," tambah dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mata Uang
Harapan pemotongan pajak mendukung dolar AS di pasar mata uang, terutama terhadap yen.
Dolar menguat ke posisi 112,48 terhadap yen, usai melemah ke posisi 113,09 pada Senin, yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari dua minggu.
Adapun Euro stabil di posisi US$ 1,1866. Posisi mata uang ini diprediksi stabil di kisaran US$ 1,1810-1,1960. Pendorongnya, harapan jika kedua partai besar Jerman akan membentuk sebuah koalisi besar.
Sementara Pound Inggris mencapai US$ 1,3475, dari level tertinggi dua bulan terakhir di posisi $ 1,3550. Pemicunya, usai Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dan Perdana Menteri Inggris Theresa May gagal mencapai kesepakatan mengenai perceraian.
Advertisement