Liputan6.com, Berlin - Selama 2017, sebanyak 222 penerbangan dengan pesawat carteran dibatalkan di Jerman. Gara-garanya para pilotnya tak sudi terlibat dalam upaya deportasi para pencari suaka.
Seperti dikabarkan Deutsche Welle, para penerbang tak mau mengirim para pencari suaka yang ditolak pemerintah Jerman, kembali ke Afghanistan. Alasannya, menurut mereka, masih banyak kekerasan yang terjadi di negara yang bergolak itu, setelah perang selama bertahun-tahun di tengah intervensi Barat.
Advertisement
Data menyebut, sebanyak 222 penerbangan dibatalkan antara bulan Januari dan September 2017. Menurut pemberitaan media Jerman, seperti dikutip dari The Independent, Selasa (5/12/2017), 85 penerbangan yang batal dari maskapai Lufthansa dan anak perusahaannya, Eurowings.
Mayoritasnya, 140 penerbangan lepas landas dari bandara Frankfurt, sementara sisanya dari Dusseldorf -- di mana demonstrasi #WelcomeUnited kerap digelar.
Protes dari para pilot kian menyulitkan upaya deportasi para pencari suaka yang ditolak. Sebab, dipicu sejarah kelam Nazi, pemerintah federal tak bisa secara langsung mengembalikan para imigran ke negara asalnya.
Wewenang deportasi dilimpahkan ke negara bagian dan pemerintah lokal. Berdasarkan data kantor imirasi Jerman atau Bundesamt für Migration und Flüchtlinge (BAMF), selama 2017 negara tersebut menerima 170 ribu pengajuan suaka, banyak di antaranya yang ditolak.
Sementara Amnesty International, pemerintah Eropa berencana mendeportasi para pencari suaka ke Afghanistan, yang membikin 10 ribu orang terancam jiwanya.
Sebab, "tak ada satu pun bagian Afghanistan yang aman. Kebijakan itu menempatkan orang-orang itu ke dalam risiko disiksa, diculik, kehilangan nyawa, dan horor lainnya."
Sebelumnya, Kanselir Jerman, Angela Merkel, menyatakan sikap terbukanya saat migrasi besar-besaran para pencari suaka masuk ke negaranya.
Dia menyebut, sekitar 1,5 juta orang memasuki Jerman, di mana sepertiga dari jumlah tersebut berasal dari negara Uni Eropa lainnya.
Kasus serupa pernah terjadi di Inggris awal tahun ini, saat pilot British Airways menolak untuk lepas landas. Saat itu, Samim Bigzad berada dalam daftar penerbangan maskapai tersebut.
Bigzad merupakan imigran asal Afghanistan. Ia tiba di Inggris pada tahun 2015 untuk merawat ayahnya di Kent. Saat itu, ia terancam dideportasi oleh pemerintah Inggris dan dikembalikan ke negara asalnya. Akan tetapi, tentara Taliban mengancam akan membunuhnya.
Pilot pun turun tangan dan mengatakan, "Kalian tidak akan membawanya. Aku tidak akan menerbangkan pesawat ini karena kehidupan seseorang sedang terancam."