Liputan6.com, Sanaa - Pemberontak Houthi di Yaman dilaporkan menahan puluhan pekerja media yang terjebak di sebuah stasiun televisi di ibu kota negara tersebut. Badan pengawas media meminta agar mereka segera dibebaskan.
Seperti dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (6/12/2017), laporan Reporters Without Borders (RSF) menyebutkan bahwa pemberontak melepas granat berpeluncur roket ke stasiun Yemen Al Youm TV di Sanaa pada Sabtu lalu sebelum akhirnya menyerbu tempat itu dan menyandera 41 karyawan.
Sumber diplomatik menyebutkan, tiga petugas keamanan terluka dalam serangan itu. Yemen Al Youm TV sendiri diketahui berafiliasi dengan General People's Congress, partai yang didirikan dan dipimpin oleh Saleh.
"Kami mengecam tindakan kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan kelompok Houthi, ini merupakan pelanggaran serius terhadap Konvensi Jenewa," tutur Alexandra El Khazen, kepala RSF untuk Timur Tengah.
"Penyanderaan ini khas permusuhan terhadap wartawan di Yaman. Kami meminta pemberontak Houthi untuk segera membebaskan mereka."
Baca Juga
Advertisement
Sumber RSF mengatakan, para sandera dipaksa untuk menyerahkan kode akses saluran TV, hal ini memungkinkan kelompok Houthi menyiarkan konten mereka sendiri.
Berdasarkan data RSF, Yaman berada di peringkat 166 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2017.
Serangan dan penyanderaan tersebut terjadi di tengah meningkatnya ketegangan setelah kelompok mendiang mantan Presiden Ali Abdullah Saleh memutuskan hubungan dengan Houthi.
Oleh Houthi, perubahan sikap kelompok Saleh dianggap sebagai "kudeta".
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Selasa 5 Desember kemarin mengatakan bahwa sedikitnya 234 orang tewas dan lebih dari 400 lainnya cedera dalam pertempuran di ibu kota Yaman sejak awal bulan ini.
Nasib Yaman
Masa depan konflik Yaman yang hingga kini telah menewaskan sedikitnya 10.000 orang masih menjadi tanda tanya besar pasca-kematian Saleh. Pemimpin Yaman tahun 1990-2012 tersebut meninggal setelah kendaraan yang ditumpanginya dihantam granat berpeluncur roket pada Senin 4 Desember. Ia kemudian ditembak mati oleh pasukan Houthi.
Perang di Yaman yang melibatkan dua pihak yang sama-sama mengaku sebagai pemerintahan sah telah dimulai sejak 2015.
Konflik berdarah telah menyebabkan Yaman, sebuah negara miskin, dilanda bencana kemanusiaan terbesar di dunia dengan jutaan orang terancam menderita kelaparan. Kondisi ini diperparah dengan blokade koalisi pimpinan Arab Saudi yang memerangi Houthi.
Selain itu, wabah penyakit kolera yang melanda Yaman telah mengakibatkan setidaknya 2.000 kematian dan berdampak pada ratusan ribu lainnya.
Advertisement