Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah akan mencari sumber pendanaan lain untuk menutupi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau BPJS Kesehatan. Sebelumnya, pemerintah akan memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk membantu menutupi defisit tersebut.
Sri Mulyani mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Kesehatan untuk mencari solusi dari masalah defisit ini.
"Kita nanti akan review saja, dan sudah dilakukan evaluasi bersama Menko, Menkes, kita lihat sumber-sumbernya dari sisi defisit itu. Kemudian kita lihat sumber-sumber yang bisa dipakai untuk menutupi defisit tersebut," ujar dia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/12/2017).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, pemerintah telah sepakat untuk memanfaatkan DBH CHT guna membantu menambal defisit BPJS Kesehatan yang diperkirakan mencapai Rp 9 triliun. Namun, hal tersebut dinilai tak cukup dan harus mencari sumber dana lain.
"Dana bagi hasil cukai tembakau iya (akan digunakan). Kita gunakan sebagian untuk setiap daerah yang memiliki kepesertaan mereka seharusnya juga ikut iuran. Dan itu bisa dilakukan melalui DBH cukai maupun pajak rokok sendiri," kata dia.
Sementara terkait dengan potensi untuk menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan guna menambal defisit ini, Sri Mulyani menegaskan pemerintah belum melakukan pembahasan soal hal tersebut.
"Kita tidak bicara itu sekarang, pokoknya kita lihat sumbernya," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPJS Kesehatan Targetkan Defisit Keuangan di Bawah Rp 9 Triliun
Sebelumnya, BPJS Kesehatan menargetkan defisit neraca keuangan perusahaan bisa di bawah Rp 9 triliun hingga tutup tahun nantinya. Adapun salah satu penyebab defisitnya keuangan terkait banyaknya peserta yang menunggak iuran.
Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengungkapkan, awalnya diprediksi defisit neraca keuangan sampai akhir tahun sebesar Rp 9 triliun. Namun, manajemen memastikan mengupayakan agar bisa di bawah angka tersebut.
"Jadi kalau bicara menutup tahun ini, kita maunya bisa di bawah Rp 9 triliun, banyak upaya yang terus kita lakukan," kata Kemal di Wisma BNI, Jakarta, Rabu, 22 November 2017.
Dia menjelaskan, defisit ini terjadi akibat iuran yang saat ini diberlakukan tidak sesuai dengan perhitungan aktuaris. Seperti diketahui, saat ini untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp 23 ribu dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) sebesar Rp 25.500.
Adapun upaya yang dilakukan manajamen untuk mengatasi hal ini, di antaranya memberikan pembinaan dan sosialisasi kepada para peserta untuk patuh iuran, bekerja sama dengan perbankan untuk mempermudah pendaftaran dan pembayaran iuran.
Dia mengatakan, salah satu penyebab defisitnya keuangan terkait banyaknya peserta yang menunggak iuran. "Yang menunggak iuran itu ada 10 juta peserta, angkanya segitu-segitu aja," terang dia.
Oleh karena itu, BPJS kesehatan menggandeng PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk untuk meluncurkan tabungan sehat yang dikhususkan bagi para peserta yang menunggak iuran.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah peserta JKN KIS pada 2017 mencapai 184,4 juta jiwa dengan tingkat kepatuhan membayar mencapai 91,9 persen. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang mencapai 171,9 juta jiwa.
Advertisement