Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) mencapai US$ 59,34 per barel pada November 2017.
Harga minyak tersebut naik sebesar US$ 5,33 per barel dibandingkan Oktober yang mencapai US$ 54,02 per barel. Sementara ICP SLC November 2017 mencapai US$ 59,83 per barel, naik sebesar US$ 5,12 per barel dari US$ 54,71 per barel pada bulan sebelumnya.
Seperti yang dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, Kamis (7/12/2017). Perkembangan harga rata-rata minyak mentah Indonesia ini sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional pada November 2017, dibandingkan bulan Oktober 2017 yang mengalami peningkatan menjadi sebagai berikut:
Dated Brent naik sebesar US$ 5,26 per barel dari US$ 57,36 per barel menjadi US$ 62,62 per barel. Brent (ICE) naik sebesar US$ 5,22 per barel dari US$ 57,65 per barel menjadi US$ 62,87 per barel.
Baca Juga
Advertisement
WTI (Nymex) naik sebesar US$ 5,07 per barel dari US$ 51,59 per barel menjadi US$ 56,66.per barel. Basket OPEC naik sebesar US$ 5,24 per barel dari US$ 55,50 per barel menjadi US$ 60,74 per barel.
Peningkatan harga minyak mentah utama di pasar internasional ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni kesepakatan negara ekportir minyak (Organization of Petroleum Exporting Contries/OPEC) yang memperpanjang pembatasan produksi sepanjang 2018, pada general meeting yang diadakan pada 30 November 2017.
Selain itu, berdasarkan publikasi November 2017, produksi minyak mentah dari negara-negara OPEC pada Oktober 2017 turun sebesar 0,15 juta barel per hari (bph) menjadi sebesar 32,59 juta bph, dari September 2017 yaitu sebesar 32,74 juta bph.
Proyeksi permintaan minyak mentah global 2017 naik sebesar 0,14 juta bph pada proyeksi November 2017,menjadi sebesar 96,94 juta bph, dari proyeksi Oktober 2017 yaitu sebesar 96,80 juta bph.
Jumlah rig di Amerika Serikat pada November 2017 turun sebesar 38 rig menjadi sebesar 898 rig, dari Oktober 2017 yaitu 939 rig. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2017 naik sebesar 0,1 persen pada proyeksi November 2017 menjadi sebesar 3,7 persen, dari proyeksi Oktober 2017 yaitu 3,6 persen.
Faktor lainnya, berdasarkan publikasi International Energy Agency (IEA) pada November 2017, komitmen negara-negara non OPEC untuk membatasi produksi mencapai 107 persen pada Oktober 2017.
Berdasarkan laporan EIA USA, tingkat stok minyak mentah komersial dan distillate fuel oil Amerika Serikat (AS) menurun selama November 2017 dibandingkan dengan stok di Oktober 2017, untuk stok minyak mentah komersial turun 1,2 juta barel menjadi sebesar 453,7 juta barel. Stok distillate fuel oil atau penyulingan minyak turun 1,1 juta barel menjadi sebesar 127,8 juta barel.
Untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi antara lain, meningkatnya risiko geopolitik di Timur Tengah antara Arab Saudi dan Iran. Selain itu, juga terdapat ketidakstabilan politik dalam negeri di Arab Saudi.
Faktor lainnya, Arab Saudi mengurangi ekspor minyak mentah hingga sebesar 120 ribu barel dibandingkan ekspor pada bulan Oktober 2017 dan gempa bumi yang terjadi di Iran dan Irak pada 12 November 2017 menyebabkan terganggunya produksi minyak mentah dari kedua negara tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Minyak US$ 60 per Barel, Harga BBM Subsidi Bakal Naik?
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka opsi untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi, jika harga minyak dunia telah menyentuh US$ 60 per barel.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Ego Syahrial mengatakan, pemerintah terbuka dengan penyesuaian harga Premium dan Solar bersubsidi, mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
"Pemerintah sangat terbuka apabila memang kami tenggarai harga minyak naik," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Senin 4 Desember 2017.
Menurut Ego, instansinya dan PT Pertamina (Persero) saat ini sedang melakukan kajian ulang formula pembentukan harga Premium dan Solar bersubsidi. Untuk membuat harga kedua jenis BBM tersebut lebih efisien.
"Singkat kata, kami sama Direktur Pemasaran Pertamina, Pak Iskandar, sama Pak Wamen, sedang mengevaluasi masalah formula kami," dia menandaskan.
Advertisement