Krisis Yerusalem, Menlu RI akan Kembali Memanggil Dubes AS

Pemanggilan Dubes AS oleh Menlu Retno terkait krisis Yerusalem juga dilakukan atas perintah Presiden RI Joko Widodo.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Des 2017, 17:07 WIB
Alasan Menlu Retno Gunakan Scraf Palestina Saat Kecam Trump (Liputan6/Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Tangerang - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan akan kembali memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Joseph Donovan, dalam waktu dekat terkait isu Yerusalem.

Hal itu dilakukan beberapa saat usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, pada Rabu, 6 Desember waktu setempat.

Pemanggilan itu juga dilakukan atas perintah Presiden RI Joko Widodo, usai dirinya menyatakan pengecaman atas sikap AS pada Kamis, 7 Desember 2017 di Istana Bogor.

"Saya telah memanggil dan akan bertemu lagi dengan Duta Besar Amerika Serikat. Secepatnya, kalau bisa sore ini," kata Menlu Retno pada sela-sela Bali Democracy Forum di Banten, Kamis (7/12/2017).

Waktu dan tempat pelaksanaan pemanggilan Dubes AS terkait Yerusalem akan memanfaatkan sela-sela sesi Bali Democracy Forum yang tahun ini digelar di Banten.

Terkait perihal yang akan disampaikan kepada Dubes AS untuk RI Joseph Donovan, Menlu RI mengatakan, "Kita (Indonesia) akan tegaskan lagi posisi kita."

 


Donald Trump Resmi Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu waktu Washington secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusannya tersebut "bertentangan" dengan kebijakan luar negeri AS yang telah berjalan selama tujuh dekade.

Pengumuman Trump sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Selama tujuh dekade, AS bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia, menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948. Sementara, menurut Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak "tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina".

"Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik," ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.

Pengakuan terhadap Yerusalem, menurut Trump, adalah "sebuah langkah terlambat untuk memajukan proses perdamaian".

Sebelumnya, Trump telah bersumpah akan menjadi perantara "kesepakatan akhir" antara Israel dan Palestina. Terkait hal ini, ia menegaskan bahwa dirinya tetap berkomitmen untuk melakukan hal tersebut mengingat "itu sangat penting bagi Israel dan Palestina".

Ayah lima anak itu mengatakan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak seharusnya ditafsirkan bahwa AS mengambil posisi tertentu atau bagaimana kota itu akan dibagi.

"Dalam pengumuman ini, saya ingin mempertegas satu hal: keputusan ini tidak dimaksudkan, dengan cara apa pun, untuk menunjukkan penarikan diri dari komitmen kuat kami untuk memfasilitasi kesepakatan perdamaian abadi. Kami menginginkan sebuah kesepakatan yang menjadi kesepakatan baik bagi Israel maupun Palestina."

"Kami tidak mengambil posisi untuk status akhir pada isu-isu tertentu, termasuk perbatasan spesifik kedaulatan Israel di Yerusalem atau resolusi perbatasan yang diperdebatkan. Itu menjadi urusan pihak-pihak yang terlibat," ujar Trump.

Sebagai gantinya, Trump menekankan dimensi politik dalam negeri atas keputusannya tersebut. Ia mengatakan bahwa dalam kampanye Pilpres 2016, ia telah berjanji untuk memindahkan Kedubes AS ke Yerusalem yang berarti mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya