Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menggenjot target pajak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.
Meski demikian, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai, target pajak akan sulit tercapai tahun ini. Prediksinya kantong negara hanya akan terisi sekitar 90 persen dari target pajak.
"90 persen sudah bagus karena sekarang pemerintah sudah di kisaran hampir 80 persen pada beberapa bulan ini. Dan pak Robert Pakpahan (red. Dirjen Pajak baru) harus melakukan eksekusi-eksekusi atas putusan akhir yang sudah dilakukan di-range oleh dirjen sebelumnya," kata Misbakhun di Jakarta, Kamis (07/12).
Dia berharap jelang akhir tahun ini, pemerintah terus gencar mencapai target pajak. "Dan tinggal di monitor pembayarannya. Dan biasanya banyak kewajiban di akhir tahun yang harus diselesaikan," dia menambahkan.
Baca Juga
Advertisement
Terkait kewajiban yang harus dibayarkan, Misbakhun mencontohkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang jatuh tempo sebulan diterbitkan di bulan Oktober-November yang dibayar di bulan Desember.
Kendati perkiraan penerimaan 90 persen, Misbakhun meyakini bahwa itu angka aman. Pasalnya, secara natural, Indonesia masih memiliki spending, realisasi belanja paling tinggi 93 persen sampai 94 persen. Kemudian Lack sedikit dan tidak terlalu jauh.
"Kalau 93 persen kemudian penerimaan pajak 90 persen sangat aman bagi defisit kita," ujarnya.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, realisasi penerimaan pajak hingga November 2017 mencapai Rp 920,34 triliun atau 71,7 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.
"Penerimaan pajak kita posisinya 71,7 persen sampai dengan 17 November," kata Sri Mulyani usai acara 7th Anggual International Forum on Economic Development and Public Policy di JCC, Kamis (7/12/2017).
Jika dihitung dari target hingga akhir tahun ini yang dipatok Rp 1.283,6 triliun, maka 71,7 persen setara dengan Rp 920,34 triliun. Itu artinya, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan masih harus mengumpulkan sekitar Rp 363,26 triliun di satu bulan terakhir 2017.
"Angka ini sebenarnya lebih tinggi dari penerimaan pajak di periode yang sama 2016, bahkan dengan memasukkan penerimaan dari tax amnesty," Sri Mulyani menjelaskan.
Dia mengatakan, setoran penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sepanjang Januari-November ini meningkat 14,6 persen, Pajak Penghasilan (PPh) dari Wajib Pajak Orang Pribadi tumbuh sangat tinggi 46,4 persen, dan penerimaan pajak dari PPh Badan Usaha bertumbuh 17,2 persen.
"PPh dari perusahaan pertambangan meningkat hingga 70 persen, sektor perdagangan naik 37 persen," terangnya.
Sistem AEoI
Dia juga menuturkan perihal Automatic Exchange of Information (AEoI). Menurut dia ada dua hal dari kebijakan ini.
Pertama, pemerintah melakukan penukaran data nasabah perbankan WNI di luar negeri dan Indonesia berkewajiban untuk menyerahkan data orang asing yang mempunyai rekening di Indonesia pada negara mereka masing-masing.
Ia menambahkan, ada perjanjian bersifat multilateral dan kemudian harus didalami dalam perjanjian bilateral. Di saat yang sama, direktorat jenderal (Ditjen) pajak mendapatkan hak untuk mendapatkan data di beberapa bidang perbankan, yang meliputi perbankan syariah, pasar modal, bursa berjangka, dan asuransi. Data tersebut semua bisa didapatkan.
Menurutnya, data-data informasi keuangan ini penting untuk meningkatkan penerimaan pajak. "Apakah orang yang mempunyai dan melapor SPT sudah benar. Melaporkan semua data keuangan mereka yang dimiliki di pasar modal, perbankan, bursa berjangka dan asuransi. Semuanya terbuka. Sudah tidak ada lagi rahasia untuk urusan perbankan, asuransi, pasar modal di bidang perpajakan," tukasnya.
Advertisement