Liputan6.com, Garut - Ada banyak cara membahagiakan anak-anak. Salah satunya seperti yang dilakukan sejumlah anggota satuan lalu lintas Polres Garut. Mereka mengajak Fadil (13), sapaan akrab Sutrisno, bocah penjual kerupuk keliling makan satai bersama.
Berita mengenai Fadil, bocah penjual kerupuk yang menjadi tulang punggung keluarga di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat, sempat viral.
Melihat berita itu, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Garut, AKP Erik Bangun Prakasa mengatakan, lembaganya telah mengintruksikan anggotanya untuk membahagiakan bocah ingusan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Sesuai keinginannya, kita ajak Fadil untuk makan sate di rumah makan," ujarnya, Kamis (7/12/2017).
Menurut Erik, anak tersebut sudah selayaknya mendapatkan kegembiraan yang dirasakan anak-anak seusianya. Namun, karena merasa bertanggungjawab menghidupi keluarganya, dia rela meninggalkan bangku sekolah sejak Sekolah Dasar (SD).
"Makanya kami ingin memberi apresiasi tentang apa yang dilakukannya sebagai tulang punggung keluarga," kata dia.
Namun, meskipun Fadil memiliki jiwa tanggung jawab bagi keluarga, Erik berharap agar anak tersebut bisa melanjutkan sekolahnya sebagai bekal saat dewasa nanti.
"Sehingga bisa tercapai segala cita-citanya untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan," Erik mengungkapkan.
Selain makan satai, ia pun tak lupa memberikan bantuan sembako dan uang kepada keluarga Fadil, bocah penjual kerupuk di Garut itu.
Kegetiran Hidup Bocah Penjual Kerupuk
Sebelumnya, Sutrisno (13) bocah malang asal Kampung Sinyar, Desa Kadungora Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menjadi viral setelah aksi mulianya berjualan kerupuk keliling terendus warganet.
"Sehari paling dapat Rp 15-20 ribu dari jualan kerupuk, cukup ga cukup ya harus cukup," ujarnya, membuka pembicaraan saat ditemui di gubuk reyotnya, Minggu (3/12/17).
Perjuangan hidup Fadil, sapaan akrab Sutrisno di mata teman sebayanya memang cukup getir, terlahir sebagai anak sulung, ia sudah menjadi yatim di usianya baru dua tahun, saat ayahnya yang bekerja sebagai buruh di Sumatera wafat.
Untuk menopang kehidupan ibu dan adiknya, setiap hari ia rela berjalan kaki hingga puluhan kilo meter memasuki antar kampung, hanya untuk menjajakan kerupuk titipan orang yang ia tenteng. "Keuntungan dari jualan ini jelas sangat berarti buat saya dan keluarga," kata dia.
Bahkan kegetiran hidupnya bertambah, ketika saat ujian nasional di SDN Karangtengah 2 Kecamatan Kadungora, ia bersama dua temannya, harus menerima pil pahit, akibat pihak sekolah menolak mengikuti Ujian Nasional (UN). "Alasannya karena terlalu banyak siswa," ujarnya.
Namun, perjuangan Fadil tidaklah padam, ia mengaku saat ini tengah fokus membantu perekonomian ibu dan adiknya, meskipun terbesit keinginan kuat melanjutkan sekolah.
"Kalau biaya hidup keluarga saya ada yang bantu saya mau sekolah lagi," ujarnya yang tergolek lemas di atas roda karena sakit.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement