Kenduri, Laku Pepe, dan Brokohan Lingkungan Warga Kendeng

Surat itu disimpan dalam keranjang anyaman bambu yang biasa untuk membawa brokohan, digendong dengan selendang tenun Jawa.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 08 Des 2017, 07:01 WIB
Warga Kendeng berdoa sebelum menyerahkan surat keberatan ke Kejaksaan Tinggi jateng. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Usai menggelar Kenduri Lingkungan dan Laku Pepe Lingkungan pada Selasa dan Rabu (5 dan 6 Desember 2017), warga pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah, memuncaki aksi menolak penambangan semen dengan Brokohan Lingkungan, Kamis, 7 Desember 2017.

Aksi brokohan tak dilakukan sebagaimana tradisi brokohan yang membagikan nasi urap kepada yang hadir, namun dengan membagikan surat resmi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pihak terkait. Isinya, keberatan pemberian izin lingkungan bagi PT Sahabat Mulia Sakti.

Diawali dengan aksi jalan kaki jarak pendek, 13 perempuan pegunungan Kendeng diiringi para kaum pria dan para pemuda. Isi surat yang diserahkan adalah Surat Penolakan Perubahan Izin Lingkungan terhadap adanya kemungkinan PT Sahabat Mulia Sakti yang memperpanjang Izin Lingkungannya yang akan berakhir, Jumat, 8 Desember 2017.

Warga pegunungan Kendeng yang menamakan diri Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) itu di sepanjang perjalanan memainkan permainan ulan-ulan (Naga-nagaan/barong). Di sepanjang jalan Pahlawan, mereka berhenti di berbagai instansi pemerintah untuk menyerahkan surat keberatan. Diawali dari Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Polda, Perhutani, DPRD, dan terakhir ke kantor Gubernur Jawa Tengah.

"Kami menyerahkan surat keberatan kami kepada kejaksaan tinggi. Mudah-mudahan selaku penegak hukum kejaksaan tinggi bisa obyektif," kata Bambang Sutikno, juru bicara JM-PPK.

Mereka menyerahkan surt keberatan perpanjangan ijin kepada sejumlah instansi di Jalan Pahlawan Semarang. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Sebelum diserahkan, surat-surat itu disimpan dalam keranjang anyaman bambu yang biasa untuk membawa makanan brokohan. Keranjang itu digendong dengan selendang tenun buatan tangan dari pegunungan kendeng.

"Surat Penolakan Perubahan Izin Lingkungan berisi dasar dan alasan untuk tidak dilakukannya perpanjangan izin. Terutama karena kawasan pegunungan Kendeng masuk sebagai kawasan lindung geologi sesuai Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012," kata Bambang.

 


Bentang Karst Tiba-Tiba Menciut

Mereka memainkan permainan naga jawa dan menggendong keranjang bambu dengan kain tenun jawa. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Menurut Bambang, pihaknya menemukan kejanggalan ketika tiba-tiba pada tahun 2014 Menteri ESDM menerbitkan Kepmen ESDM yang menciutkan kawasan bentang alam karst di Pati, dari 11.802 hektare menjadi 7.180 ha. Luasnya berkurang 4.622 ha dari ketetapan sebelumnya.

Penciutan itu merupakan usul dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dalam dokumen penciutan itu, fakta adanya 110 mata air, 30 gua, sembilan ponor (lubang resapan air), dan adanya aliaran sungai bawah tanah yang tidak dicantumkan.

Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jaw Tengah Teguh Dwi Paryono menyebutkan bahwa keterbatasan wewenang pemerintah provinsi mengharuskan warga untuk memberi usulan atas temuan-temuan baru.

Brokohan diawali dengan jalan kaki jarak dekat sebagai antithesa longmarch. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

"Kalau ada temuan baru silakan usulkan revisi. Jika ditemukan sungai bawah tanah usulkan. Sekarang njenengan kan omong tok, saya tidak pernah terima bukti," kata Teguh, Selasa, 5 Desember 2017.

Tradisi sudah dilakukan untuk mengoreksi kekeliruan sudah dilakukan. Para petani dan warga Kendeng sekarang masih menunggu hasilnya. Pepatah latin menyebutkan Errare humanum est, turpe in errore perseverrare. Membuat kekeliruan itu manusiawi, tapi tidaklah baik terus-menerus mempertahankan kekeliruan tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya