Liputan6.com, Jakarta - Aksi terorisme menggunakan bahan peledak beberapa kali terjadi di Indonesia. Mayoritas kelompok radikal ini menggunakan bom berdaya ledak rendah atau low explosive untuk menimbulkan kekacauan.
Namun tahukah Anda, ternyata bom low explosive lebih berbahaya ketimbang high explosive atau yang berdaya ledak tinggi?
Advertisement
Kepala Detasemen Gegana Polda Metro Jaya AKBP Bhakti Suhendarwan mengatakan, baik low explosive maupun high explosive memiliki karakteristik bahaya masing-masing. Namun bom low explosive umumnya memiliki karakter yang labil.
"Dia memiliki level yang tidak stabil. Sangat sensitif sekali baik itu terhadap panas, api, benturan, dan lain-lain," ujar Bhakti saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis 7 Desember 2017.
Umumnya, bom rakitan memiliki daya ledak rendah dan bersifat labil. Bom rakitan tidak memiliki standar keamanan khusus.
Dia bisa meledak secara mendadak di luar kendali. Bahkan dampaknya pun tidak bisa diduga-duga.
"Karena ini kan suka-suka pembuatnya. Kadang-kadang ada yang soldernya nggak kuat dan sebagainya," kata dia.
Bom High Explosive
Berbeda dengan bom berdaya ledak tinggi. Rata-rata bom high explosive merupakan amunisi pabrikan. Dia dibuat dengan standar tertentu dan sangat stabil.
Meski begitu, Bhakti mengimbau kepada masyarakat yang menemukan bom atau bahan peledak lainnya seperti granat, mortir, maupun proyektil agar segera melapor ke polisi.
Sekalipun benda yang ditemukan telah usang dan berkarat. Sebab kita tidak pernah tahu apakah amunisi tersebut masih aktif atau tidak.
Detasemen Gegana memiliki Subden Penjinak Bom (Jibom) yang dapat menangani temuan bahan peledak. Mereka terlatih melakukan penanganan mulai dari evakuasi hingga pemusnahan atau disposal bom dan bahan peledak lainnya.
Polisi juga mengimbau agar masyarakat tidak underestimate terhadap bom low explosive. Masyarakat harus tetap berada di zona aman dan menyerahkan penanganan bom terhadap petugas yang memiliki kualifikasi.
"Intinya baik low explosive maupun high explosive, semuanya perlu penanganan yang hati-hati," Bhakti menandaskan.
Advertisement