Liputan6.com, Padang - Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Barat, Merry Yuliesday, mengatakan sebanyak 23 orang menjadi terduga difteri di Sumatera Barat. Sebanyak 21 orang dinyatakan negatif dan dua orang positif.
"Dari dua orang yang dinyatakan positif, satu orang meninggal dunia di Pasaman Barat," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (8/12/2017).
Satu orang lagi yang dinyatakan positif sedang dirawat di rumah sakit berasal dari Solok Selatan. Menurut dia, korban difteri di Pasaman Barat ini meninggal pada 14 September 2017 di RSUD Pasaman Barat.
"Dari pengakuan orangtuanya, anaknya belum pernah imunisasi," ujar Merry.
Baca Juga
Advertisement
Ia mengingatkan apabila ditemukan pasien dengan gejala demam, batuk, pilek, dan sesak napas disertai ada membran pada mukosa hidung atau tenggorokan (pseudo membran), petugas harus merujuk ke rumah sakit daerah. Terutama, jika dokter spesialis anak menganggap pasien terduga kuat pengidap difteri.
Pasien diharapkan segera dirujuk ke RSUP M. Djamil. Ia harus dirawat di ICU Isolasi.
Ia mengatakan pula, pihaknya menyiapkan antisipasi untuk meredam meluasnya difteri. Sejumlah langkah itu meliputi peningkatan cakupan imunisasi, baik dasar maupun lanjutan melalui Drop Out Follow Up (DOFU), kabupaten atau kota agar melakukan Back Lock Fighting (BLF) apabila 3 tahun berturut-turut mencapai UCI, dan peningkatan surveilans atau penyelidikan epidemiologi.
Imunisasi Serentak
Menghadapi difteri yang kembali mewabah di Indonesia, Kementerian Kesehatan merespons cepat dengan langkah outbreak response immunization (ORI) atau imunisasi serentak di daerah yang terdampak. Imunisasi ulang difteri akan dilakukan di tiga provinsi, yakni Banten, Jakarta, dan Jawa Barat secara serentak pada Senin, 11 Desember 2017.
Selain menyosialisasikan ORI Difteri melalui laman resmi sehatnegeriku.kemkes.go.id, pagi ini, Jumat (8/12/2017), akun Instagram resmi @kemenkes_ri juga mengunggah detail pelaksanaan ORI Difteri.
Menurut akun IG @kemenkes_ri, imunisasi untuk mencegah penyebaran kasus difteri akan diberikan secara gratis, tanpa dipungut biaya. Sementara, pelaksanaannya akan dilakukan di sekolah, posyandu, puskesmas, dan faskes lainnya.
Hingga akhir November 2017, data Kemenkes mencatat adanya kasus difteri di 95 kabupaten/kota pada 20 provinsi di Tanah Air. Lalu, pada Oktober hingga November 2017, 11 provinsi melaporkan kejadian luar biasa (KLB) difteri ke Kemenkes.
Difteri disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini menyerang selaput lendir di hidung dan tenggorokan.
Gejala difteri ditandai dengan demam yang tak begitu tinggi (38 derajat Celsius), munculnya pseudomembran atau selaput tenggorokan berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, dan sakit ketika menelan.
Pasien terkadang mengalami pembesaran kelenjar getah bening di leher dan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Ada kalanya gejala difteri juga disertai sesak napas dan suara mengorok.
Difteri mudah sekali menular melalui percikan air liur (droplet) dari bersin atau batuk. Umumnya difteri menyerang individu yang tak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut, terutama anak-anak. Namun, penyakit ini sebetulnya tak pandang usia dan tidak tergantung musim.
Jika gejala difteri tidak segera ditangani atau petugas medis keliru mendiagnosis, maka bisa mengakibatkan kematian pada penderita. Infeksi difteri yang sudah parah bisa merusak sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal. Penyakit ini bisa dicegah dengan imunisasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement