Liputan6.com, Jakarta - Target pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui Program Sejuta Rumah (PSR) berpotensi terganggu bila terjadi kelangkaan bahan material baja ringan. Ini menyusul rencana pemerintah untuk menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk bahan baku baja lapis alumunium seng.
Kekhawatiran tersebut diungkapkan sejumlah produsen baja ringan yang tergabung dalam tiga asosiasi, yakni ARFI (Asosiasi Roll Former Indonesia), APBRI (Asosiasi Produsen Baja Ringan Indonesia) dan Asbarindo (Asosiasi Baja Ringan dan Atap Ringan Indonesia.
Ketua ARFI, Novia Budiman mengungkapkan saat ini kapasitas produksi baja lapis alumunium seng warna sebagai bahan baku utama pembuatan baja ringan di dalam negeri hanya 150.000 ton per tahun.
Pasokan itu dikuasai hanya oleh satu produsen saja yang menguasai hampir 85 persen pangsa pasar baja lapis aluminium seng. Sementara tingkat konsumsi rata-rata 350.000 ton per tahun seiring meningkatnya kembali pembangunan properti termasuk perumahan menengah bawah.
Baca Juga
Advertisement
Kondisi kekurangan bahan baku itu selama ini diatasi produsen baja ringan dengan mengimpor bahan baku dari China dan Vietnam. Namun, dengan adanya rencana penetapan BMAD sebesar 49 persen untuk bahan baku baja lapis alumunium seng dari China, dan sebesar 18 persen dari Vietnam, diperkirakan produksi baja ringan akan terganggu.
“Akan terjadi keterbatasan pasokan bahan baku yang mengakibatkan banyak produsen atap metal akan tutup,” ungkap Novia kepada wartawan yang ditulis Liputan6.com, Jumat (8/12/2017).
Padahal, produksi baja ringan terutama atap metal yang diproduksi ketiga asosiasi tersebut sekitar 60 persen diserap oleh perumahan bersubsidi yang merupakan bagian dari program sejuta rumah.
Menurut Novia, sangat disayangkan bila program strategis nasional yang sudah berjalan cukup baik tersebut harus terganggu akibat kelangkaan pasokan baja ringan yang akhirnya bakal berimbas kepada kenaikan harga jual bahan material. Padahal harga jual rumah bersubsidi sudah dipatok oleh pemerintah.
Ketua Asbarindo, Dwi Sudaryono mengiyakan kebijakan bea masuk anti dumping nantinya secara langsung akan mengganggu industri hilir baja dalam negeri yang berupa produksi atap metal dan baja ringan. Hal itu dipastikan akan mengganggu pasokan material untuk sektor properti dan konstruksi yang sedang digencarkan pemerintah. Salah satunya program sejuta rumah.
Oleh karena itu, ketiga asosiasi meminta pemerintah mengkaji ulang penetapan BMAD untuk bahan baku baja lapis alumunium seng dari China dan Vietnam.
“Kami juga mengkhawatirkan terjadinya monopoli pasokan bahan baku baja lapis alumunium seng oleh satu produsen saja,” ungkap dia.
Tidak Kompetitif
Ketua APBRI, Benny Lau menambahkan, maraknya impor, selain akibat keterbatasan pasokan dalam negeri, juga dikarenakan selisih harga yang jauh antara bahan baku baja lokal dan impor.
“Jika pemerintah komit memperhatikan industri hilir baja dalam negeri, pemerintah harus mengkaji kembali kebijakan ini. Harga bahan baku lokal tidak kompetitif, kalau ini dipaksakan, produsen atap metal dan baja ringan akan kesulitan mendapat bahan baku,” ujar Benny.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui kalau target pembangunan sejuta rumah tahun ini kemungkinan tidak tercapai akibat sejumlah kendala per tahun tidak tercapai karena sejumlah kendala.
“Hingga 4 Desember kemarin baru terealisasi 765.120 unit dengan komposisi 70 persen MBR dan 30 persen non-MBR,” ungkap Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid kepada pers, baru-baru ini.
Advertisement