Liputan6.com, Finlandia - Mungkin banyak yang belum mengenal sosoknya. Simo Häyhä adalah orang sederhana yang -- siapa sangka -- menjadi orang paling berbahaya selama Perang Musim Dingin di tengah Perang Dunia II.
Pertempuran itu berlangsung antara Finlandia dan Rusia, pada 1939-1940. Lalu, siapa sebenarnya dia?
Advertisement
Berdasarkan catatan sejarah, Simo Häyhä lahir pada tanggal 17 Desember tahun 1905 di kota pertanian Rautjärvi, Finlandia. Begitu Uni Soviet terbentuk dan Finlandia merdeka, Häyhä menemukan bahwa kota tempat tinggalnya sangat dekat dari perbatasan Rusia.
Masa kecil Häyhä dihabiskan dengan bekerja sebagai petani dan pemburu, menurut keterangan yang dikutip dari situs www.simohayha.com, Jumat 8 Desember 2017. Ia tumbuh menjadi sosok yang tangguh dan sabar. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1925, Häyhä yang berusia 20 tahun menjalani wajib militer (wamil) selama satu tahun.
Mengagumkan, Häyhä muda berhasil melewati masa-masa itu. Satu tahun ikut wamil, ia dipulangkan dengan hormat dan dipromosikan menjadi Upseerioppilas Officerselev atau Kopral.
Kemudian, Häyhä bergabung dengan Garda Sipil Finlandia, sebuah organisasi militer yang setara dengan Garda Nasional di Amerika Serikat. Selama berada di sana, ia menerima banyak pelatihan, termasuk menembak dan membidik sasaran.
Häyhä selalu tertarik dengan pelatihan tersebut. Waktu luangnya ia habiskan di luar rumah untuk menembaki target apa pun, di manapun, yang ia temukan. Senapan pertama yang ia genggam adalah Mosin-Nagant, senapan jenis bolt-action yang digunakan angkatan bersenjata Kekaisaran Rusia, Uni Soviet, dan negara-negara Blok Timur lainnya.
Senapan ini adalah senapan pertama yang menggunakan peluru kaliber 7,62 x 54 mm R. Sedangkan yang digunakan Häyhä adalah bolt-action M91. Ia kemudian diperkenalkan pada M28/30 yang lebih garang dan berperforma lebih baik. Ada lagi, senapan mesin ringan Suomi 9 mm.
Berkat pelatihan dan bakat menembaknya, Häyhä akhirnya bisa tepat sasaran sebanyak 16 kali per menit dengan jarak target hanya sejauh 500 kaki. Kemampuan ini pada akhirnya membuat Häyhä jadi penembak jitu.
Perang Musim Dingin
Pada tahun 1939, Uni Soviet berusaha menyerang Finlandia. Sebagai anggota Garda Sipil, Häyhä diutus untuk melayani organisasi militernya oleh Mayor Jenderal Uiluo Tuompo.
Ia dikirim ke Sungai Kollaa, di mana suhu saat itu berkisar -40 derajat Celcius dan -20 derajat Celcius. Taktik tepat. Ia mengenakan pakaian serba putih untuk berkamuflase.
Saat itu, tentara Finlandia harus menghadapi tentara Soviet ke-9 dan ke-14 (9th and 14th Soviet Armies). Sedangkan pada satu titik, mereka berjuang melawan 12 divisi atau sekitar 160.000 pasukan. Dan, di wilayah yang sama, hanya ada 32 tentara Finlandia yang berperang melawan lebih dari 4.000 tentara Soviet.
Meski kalah jumlah, toh Finlandia akhirnya menang juga. Mengapa demikian? Situs tersebut mengatakan bahwa tentara Soviet tidak terbiasa dengan musim dingin Finlandia yang ekstrem.
Bukan cuma faktor cuaca, kecerdikan tentara Finlandia dalam menyusun siasat perang juga patut diacungi jempol. Taktik yang terkenal yakni Motti. Bersembunyi, kemudian menggeruduk dari belakang.
Sejak Soviet berencana menyerang di jalan raya, tentara Finlandia akan bersembunyi di hutan-hutan sekitarnya. Mereka kemudian membiarkan Soviet melintasi perbatasan dan secara diam-diam menyerang mereka.
Peristiwa ini dikenal dengan Winter War atau Perang Musim Dingin.
Advertisement
Dijuluki Maut Putih
Keterlibatan Simo Häyhä dalam Perang Musim Dingin sangatlah pas. Ia hanya dibekali dengan Mosin-Nagant M91. Apabila sudah turun di medan tempur, ia selalu berpakaian serba putih untuk berkamuflase dengan salju, membawa bekal dan amunisi untuk satu hari.
Häyhä lebih suka menggunakan visier (iron sight) di senapannya ketimbang teleskop (rifle scope), karena menurutnya, teleskop akan berkilau di bawah sinar matahari. Ini bahaya, musuh bisa mengetahui keberadaannya.
Setelah ia menentukan posisi, Häyhä akan memasukkan salju ke mulutnya. Untuk apa? Sebagaimana diketahui, dengan suhu dingin yang amat ekstrem, mulut seseorang cenderung mengeluarkan nafas berwarna putih, seperti asap rokok. Ini dilakukan Häyhä agar nafasnya tak terlihat di udara.
Setelah semua siap, sembari bersembunyi di antara gundukan salju, dor! Dengan sigap ia akan mengambil nyawa tentara Soviet yang memasuki zona pembunuhannya.
Selama 100 hari musim dingin, ia telah melakukan lebih dari 500 pembunuhan. Oleh sebabnya, Häyhä dijuluki The White Death atau "Maut Putih". Soviet sangat takut padanya. Sehingga mereka menerjunkan banyak penembak jitu dalam peperangan itu.
Pun serangan artileri untuk menyingkirkan Häyhä. Semuanya gagal total. Namun, pada tanggal 6 Maret 1940, Häyhä berhasil ditaklukan dengan peluru ledak yang mengenai sebagian besar rahang kirinya. Ia tertembak saat berperang di Hutan Ulismaa, di wilayah Kollaa.
Tembakan tersebut ternyata diluncurkan oleh seorang penembak jitu juga. Ia pun tersungkur, koma selama 11 hari. Ketika tersadar, perang telah berakhir. Ia menderita bekas luka di wajah sisi kiri.