Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) Regional III mencatat, pasokan gas elpiji 3 kg naik drastis dalam sehari. Regional III sendiri mempunyai wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Tercatat, pasokan elpiji pada 7 Desember sebesar 2.385.030 tabung. Pasokan ini meningkat jika dibanding hari sebelumnya yang sebanyak 2.043.740 tabung per harinya.
"Kalau dilihat dari rata-rata harian bulan September dan November 2017 itu sebesar 2.030.983 tabung per harinya. Jadi memang kita tambah pasokannya," kata Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar di kawasan Kuningan, Jakarta, Sabtu (9/12/2017).
Iskandar menjelaskan tingginya pasokan itu sebagai bentuk antisipasi Pertamina akibat banyaknya masyarakat yang mengeluh sulitnya mendapatkan gas elpiji 3 kg.
Baca Juga
Advertisement
Ia menyebutkan, misal di Kabupaten Bogor, kemarin Pertamina telah memasok hingga dua truk. Masing-masing truk mengangkut sekitar 500 tabung gas.
"Jadi kita pasok ke sana sekitar 1000 tabung, yang katanya kekurangan, tapi nyatanya yang kejual sekitar 200 tabung, itu hal biasa, yang penting pasokan kita mencukupi," tegas Iskandar.
Dari data yang sama, pasokan elpiji 3 kg pada 4 Desember sebesar 2.176.080 tabung dalam sehari dan 5 Desember sebanyak 2.082.560 tabung sehari.
Iskandar juga meminta kepada masyarakat jika di agen terdapat kelangkaan, maka dianjurkan untuk membeli elpiji di SPBU terdekat yang menjual elpiji. Di DKI Jakarta sendiri, terdapat 159 SPBU yang diberi kewenangan menjual gas elpiji 3 kg dari total 274 SPBU. (Yas)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
20 Persen Pengguna Elpiji 12 Kg Beralih ke 3 Kg
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut mengkritisi langkanya gas elpiji 3 kilogram (kg) di beberapa wilayah di Indonesia. Kelangkaan elpiji ini, menurut YLKI, sebenarnya pernah terjadi setiap tahun.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kelangkaan ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti subsidi yang tidak tepat sasaran. Tulus menuturkan, semula pola distribusi gas elpiji 3 kg bersifat tertutup, artinya konsumen yang berhak saja yang boleh membelinya.
"Sekarang distribusi tersebut bersifat terbuka/bebas, sehingga siapa pun bisa membelinya. Ini menunjukkan adanya inkonsistensi pola distribusi oleh pemerintah," kata Tulus kepada wartawan, Sabtu 9 Desember 2017.
Selain itu, menurut Tulus, ada disparitas harga yang sangat jauh, antara gas elpiji 3 kg dan gas elpiji 12 kg juga menjadikan banyak masyarakat mampu beralih ke penggunan gas.
"Selain murah, banyak konsumen 12 kg yang berpindah ke 3 kg karena dianggap praktis, mudah dibawa. Konsumen kaya pun tak malu-malu menggunakan gas elpiji 3 kg karena alasan ini," tambah Tulus.
Dari catatan Tulus, dari dua faktor tersebut, tak kurang dari 20 persen pengguna elpiji 12 kg yang berpindah ke elpiji 3 kg. Ini karena harga elpiji 12 kg dianggap sangat mahal sementara harga 3 kg sangat murah lantaran disubsidi.
Oleh karena itu, Tulus mengusulkan, jika pemerintah memang serius untuk memasok konsumen menengah bawah dengan subsidi gas elpiji, maka tingkatkan pengawasan terhadap potensi penyimpangan distribusi.
"Pemda harus harus turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan lebih intensif, jangan hanya berpangku tangan saja," ujar dia. (Yas)
Advertisement