Liputan6.com, Jakarta - Industri properti akan tumbuh sebesar delapan persen pada 2018 dibanding tahun 2017. Saat ini properti yang nilainya di bawah Rp 1 miliar lebih diminati oleh pasar Indonesia khususnya segmen generasi milenial.
Menurut pengamat properti yang juga pendiri Panangian School of Property, Panangian Simanungkalit, orientasi pengembang tahun ini mengarah kepada pembangunan produk properti yang bisa dijangkau oleh pasar generasi milenial. Apalagi segmen ini berpotensi untuk terus tumbuh hingga sepuluh tahun mendatang.
Baca Juga
Advertisement
"Daya beli kelompok milenial didukung oleh orang tua mereka yang sudah mapan secara ekonomi. Kemampuan mereka sendiri dalam membeli properti hanya berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp satu miliar. Namun, jumlah penduduk dari segmentasi ini akan terus bertambah secara signifikan karena adanya bonus demografi sehingga berpengaruh terhadap industri ini," ujar dia, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (10/12/2017).
Panangian menegaskan, pasar generasi milenial adalah potensial market yang akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada 2030. Bank-bank pemberi kredit perumahan pun saat ini telah membuka diri agar bisa diakses oleh generasi ini.
"Salah satu bank pemerintah telah serius menggarap kredit perumahan untuk segmen pasar ini," ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Industri Kreatif
Meningkatnya jumlah generasi milenial dalam membeli properti turut mempengaruhi pertumbuhan industri kreatif subsektor arsitektur dan interior.
Salah satu pemain industri kreatif lokal di subsektor ini adalah Velospace & Co yang memiliki portofolio mulai dari hunian rumah, apartemen, ritel, perkantoran, hingga pergudangan.
Menurut Verik Angerik, pendiri Velospace, keterbatasan lahan untuk rumah di bawah satu miliar rupiah tidak membuat segmen ini mengabaikan nilai-nilai estetika dalam unsur arsitekturnya.
"Misalnya pemilihan warna dinding, sangat berpengaruh terhadap estetika ruangan dengan luasan terbatas karena dapat mempengaruhi psikologis penghuninya. Selain itu efisiensi ruangan juga menjadi fokus yang diperhatikan saat menata produk-produk hunian berukuran terbatas," ujar dia.
Menurut Verik, pasar generasi milenial lebih melihat pada ide dan keunikan sebuah desain properti, meski soal harga bergantung dari daya beli masing-masing.
"Saat ini, rumah di bawah satu miliar cenderung memiliki luas terbatas sehingga seolah-olah tidak bisa dikreasikan dengan konsep interior yang menarik," kata dia.
Verik menambahkan, kebutuhan akan jasa arsitek dan desain interior juga meningkat seiring dengan bertumbuhnya permintaan residensial high-end, perkantoran, perhotelan, hingga ritel atau ruang usaha.
"Tidak saja karena kebutuhan millennial, secara umum, permintaan produk turunan properti lainnya juga mempengaruhi pertumbuhan permintaan jasa industri kreatif seperti arsitektur dan interior. Ini yang kami rasakan sejak dua tahun terakhir," kata dia.
Meski pemain subsektor ini cukup banyak yang merupakan pemain asing, ungkap Verik, secara kualitas, arsitek dan desainer lokal tidak kalah dengan penyedia jasa dari luar. "Kita memiliki daya saing yang cukup tinggi. Soal kreatifitas, Indonesia punya banyak talent-talent di industri kreatif. Dan tahun 2018 ini bisa menjadi momentum untuk kita para pemain sub sektor ini untuk semakin solid," ujar dia.
Advertisement