Liputan6.com, Washington, DC - Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley pada hari Minggu membela kebijakan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Haley menyebut keputusan Trump tersebut merupakan "kehendak rakyat AS".
"Selama 22 tahun Anda memiliki presiden dan rakyat Amerika meminta kedutaan untuk dipindahkan, tapi tidak ada presiden--baik Clinton, Bush, maupun Obama--yang benar-benar memiliki keberanian untuk mengambil langkah tersebut dan mendengarkan kehendak rakyat Amerika," kata Haley, seperti dikutip dari CNN pada Senin (11/12/2017).
Pembelaan Haley tersebut disampaikannya dalam sebuah pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat. Pertemuan itu diadakan sebagai respons atas rencana pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem.
Haley sendiri percaya bahwa kebijakan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan membantu proses perdamaian kedua negara. "Saya sangat yakin ini akan memajukan proses perdamaian," ujarnya.
Trump mengumumkan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu, 6 Desember waktu Washington. Dalam kesempatan tersebut ia juga memerintahkan segera pemindahan Kedutaan Besar AS yang saat ini berkedudukan di Tel Aviv ke Yerusalem.
"Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan," ujar Trump pada Rabu lalu saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, seperti dikutip dari nytimes.com.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji kebijakan tersebut. Namun, tidak demikian dengan pemimpin dunia lainnya yang beramai-ramai mengecam Trump. Aksi protes pun bergelora di berbagai kawasan. Beberapa di antaranya berujung ricuh.
Baca Juga
Advertisement
Dipicu pengakuan Trump atas Yerusalem, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak kunjungan Wakil Presiden AS Mike Pence ke wilayahnya. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki pada Sabtu waktu setempat.
Juru bicara Pence, Alyssa Farah, pada hari Minggu menyatakan sangat menyayangkan keputusan pihak Palestina yang menolak bertemu dengan Wapres AS itu.
"Sangat disayangkan Otoritas Palestina menjauh dari sebuah kesempatan untuk berdiskusi soal masa depan kawasan, tapi ini tetap tidak memengaruhi upaya pemerintah untuk membantu mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, dan tim perdamaian kiata tengah menyusun sebuah rencana," ungkap Farah.
Ketua Negosiator Perdamaian Palestina-Israel Saeb Erekat dalam sebuah pernyataan menyebutkan bahwa pengakuan Trump atas Yerusalem "menghancurkan kemungkinan solusi dua negara. Selain itu, Erekat menyatakan, "Presiden Trump telah membuat kesalahan terbesar di dalam hidupnya".
Korea Utara Turut Mengutuk Kebijakan Trump
Selama ini pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, jarang muncul menyikapi isu internasional yang tak terkait dengan negaranya. Namun, terkait krisis Yerusalem, Kim Jong-un mengambil langkah bergabung dengan pemimpin dunia lainnya, seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Perdana Menteri Inggris Theresa May. Mereka mengecam keputusan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Keputusan Presiden Trump untuk mengakui Al-Quds sebagai ibu kota Israel dan memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat ke sana patut mendapat kecaman dan penolakan global karena itu merupakan pembangkangan terbuka dan penghinaan terhadap legitimasi internasional dan keinginan masyarakat internasional," demikian laporan media Korea Utara, KCNA, melansir pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri, seperti dikutip dari express.co.uk pada Minggu, 11 Desember 2017.
Korea Utara mengatakan, keputusan Trump soal Yerusalem menunjukkan "warna asli AS". Hal ini tidak mengejutkan, mengingat sejarah kebijakan Trump sejak ia berkuasa.
"Keputusan AS ini tidak terlalu mengejutkan karena dilontarkan oleh seorang orangtua berpenyakit mental yang telah menyerukan 'kehancuran total' atas sebuah negara berdaulat di forum PBB yang suci," ungkap pernyataan tersebut.
"AS harus menanggung tanggungjawab penuh atas seluruh konsekuensi ketegangan dan ketidakstabilan yang akan terjadi di wilayah Timur Tengah karena tindakannya yang ceroboh dan congkak."
Korea Utara menegaskan bahwa isu Yerusalem harus diselesaikan "secara adil dengan mendapatkan kembali hak-hak nasional rakyat Palestina".
"Dari gagasan eksternal tentang kemerdekaan, perdamaian dan persahabatan, kami mengutuk keras aksi AS dan mengungkapkan dukungan serta solidaritas kami terhadap rakyat Palestina dan masyarakat Arab lainnya...," sebut pernyataan otoritas Korea Utara.
Advertisement