Cukur Gratis di Kampung Cukur, Siapa Berani Coba?

Jangan khawatir dicukur para siswa yang belum lulus. Hasil potongannya tak kalah baik dari pencukur profesional.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 12 Des 2017, 05:03 WIB
Jangan khawatir dicukur para siswa yang belum lulus. Hasil potongannya tak kalah baik dari pencukur profesional. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Alah bisa karena biasa. Itu pula yang mendorong siswa di kampung cukur di Desa Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, banyak praktik mencukur.

"Intinya, kami perbanyak praktek siswa di lapangan," ujar Rijal Fadilah alias Abah Atrox, saat ditemui saat praktik lapangan 10 siswa didiknya di Pesantren Persatuan Islam (Persis), Rancabango, Senin, 11 Desember 2017.

Abah Atrox mengungkapkan, pola belajar siswa di tempatnya terbagi menjadi sepuluh hari di ruang kelas dan 20 hari sisanya di lapangan. Menurut dia, pola pengajaran itu lebih praktis dan mampu memberikan banyak manfaat bagi siswanya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia tersebut.

"Seni memangkas rambut kalau banyak di ruangan (kelas) lama untuk terampil," kata dia.

Dengan pola itu, selain mendorong para siswa didiknya yang kebanyakan remaja baru lulus sekolah tersebut lebih terampil, juga memberikan manfaat bagi masyarakat yang didatangi.

"Tidak ada pungutan, istilahnya simbiosis mutualisme," ujarnya.

Dalam pengamatan Liputan6.com, meskipun belajar, para siswa didik yang tengah praktik tersebut diawasi secara penuh. "Tidak dibiarkan begitu saja, sebab ada banyak pola potongan yang kami berikan," ujarnya saat membimbing siswanya yang kesulitan saat merapikan potongan di dekat telinga santri.

Mereka melayani ragam pola potong rambut sesuai dengan permintaan para siswa tanpa ada sedikit pun menolak permintaan mereka. Menurut Abah Atrox, para siswanya harus bisa melayani apa pun permintaan kliennya.

"Sebab, tanggung jawab nanti ke tamu (saat buka sendiri) justru lebih besar dari sekarang," kata dia.

Khairul Haikal Mutakin, salah satu "pasien" praktik cukur siswa Abah Atrox, mengaku puas dengan pelayanan potongan rambut yang baru saja diberikan. "Tidak terlihat belajar, sudah seperti tukang cukur andal saja," ujarnya semringah.

Siswa kelas 9 Madrasah Tsanawiyah Pesantren Persis ini mengaku, dalam praktik tadi, rambutnya dipotong bergaya outschool, atau potongan tipis di bagian kiri dan kanan kepala. Sementara, rambut bagian atas kepala hanya dipotong tipis.

"Teman-teman juga tidak ada yang mengeluh, mereka semua senang kan gratis," ujarnya.

Dalam servis gratis cukur tersebut, rata-rata siswa didik Abah Atrox hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk menyelesaikan tiap potongan. "Paling ada pijit kepala dan relaksasi, paling 20 menitan-lah ada," kata dia menyebutkan servis gratis yang baru pertama kali didapatkan.

Meskipun level "belajar", ia berharap pola pengajaran dengan praktik lapangan ini semakin sering diterapkan. Begitu pula dengan tingkat kerapian yang meningkat seiring seringnya berlatih.

 

 


Asal Mula Kampung Cukur

Jangan khawatir dicukur para siswa yang belum lulus. Hasil potongannya tak kalah baik dari pencukur profesional. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Berbicara seni memangkas rambut berikut gaya potong di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari dua desa, yakni Banyuresmi dan Bagendit di Kecamatan Banyuresmi, Garut, Jawa Barat.

Kedua desa itu sejak hampir 60 tahun lebih malang melintang menghasilkan tukang cukur andal Tanah Air. Entah berapa banyak pejabat dan selebritas yang telah merasakan polesan tangan dingin warga Kota Garut ini.

Tidak aneh, mulai anak-anak, remaja, hingga dewasa, secara alami mewarisi keahlian menata mahkota kepala tersebut. "Anak saya saja kelas 6 SD, sudah biasa pangkas satu atau dua orang kalau diminta (potong rambut)," ucap Abah Atrox.

Pemilik Sekolah Cukur Rambut Abah Atrox's ini menyatakan, selain keahlian yang diturunkan secara generasi ini, salah satu keunggulan para tukang cukur rambut hasil binaan dua desa ini adalah mampu membaca model dan tren rambut terkini yang tengah digandrungi.

"Intinya perbanyak praktik. Kalau soal model, ya kita tetap berkiblat ke Eropa atau Amerika," ujarnya.

Kunci utama mencukur rambut, kata Abah, adalah menganggap bahwa kepala tamu adalah kepala si pencukur. "Maka kita akan bertanggung jawab," ujarnya.

 

 


Mimpikan Sekolah Potong Rambut Nasional

Jangan khawatir dicukur para siswa yang belum lulus. Hasil potongannya tak kalah baik dari pencukur profesional. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Entah berapa banyak siswa tukang cukur yang ia hasilkan dari rumah sekaligus bengkel cukurnya yang berada di Kampung Peundeuy, Desa Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, tersebut.

"Maunya ada tempat khusus pelatihan yang representatif biar lebih profesional," ujar Abah berharap.

Menggunakan alat seadanya yang diwarisi dari orangtua, Abah tetap konsisten memberikan pelatihan potong rambut berikut pola warna rambut yang tengah ngetren saat ini.

"Kebanyakan para siswa berasal dari berbagai daerah, bahkan ada dari Batam, Palembang," kata dia.

Adanya pola pendidikan vokasi yang tengah gencar digalakan pemerintah diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. "Kalau pemerintah berkenan, kenapa tidak buat saja sekolah tukang cukur secara resmi, kami siap," kata dia.

Di kampungnya saat ini, Abah menyatakan siap menampung pensiunan, istilah tukang cukur yang telah berhenti, tetapi memiliki keahlian yang mumpuni untuk dilibatkan. "Asal pemerintah ada keinginan, bakal semakin banyak yang bisa dilibatkan," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya