Sektor Saham Tambang Dorong IHSG Menghijau

Ada sebanyak 74 saham menguat sehingga mengangkat IHSG ke zona hijau.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Des 2017, 09:15 WIB
Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona hijau pada awal sesi perdagangan. Pergerakan IHSG senada dengan bursa saham Asia.

Pada pra pembukaan perdagangan saham, Selasa (12/12/2017), IHSG naik 11,7 poin atau 0,20 persen ke posisi 6.038,4. Pada pukul 09.03 WIB, IHSG kembali menguat 9,57 poin atau 0,16 persen ke posisi 6.036,2.

Indeks saham LQ45 menguat 0,27 persen ke posisi 1.018.,97 Seluruh indeks saham acuan kompak menguat.

Ada sebanyak 74 saham menguat sehingga mengangkat IHSG ke zona hijau. 24 saham melemah. 73 saham lainnya diam di tempat. Pada awal sesi perdagangan, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.038,6 dan terendah 6.032,5.

Total frekuensi perdagangan saham sekitar 2.668 kali dengan volume perdagangan 40,5 juta saham. Nilai transaksi harian saham Rp 40,6 miliar. Investor asing melakukan aksi jual Rp 4,56 miliar di seluruh pasar.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham menghijau kecuali sektor saham perdagangan yang turun 0,24 persen.

Sektor saham aneka pertambangan menguat 0,58 persen, dan catatkan penguatan terbesar. Disusul sektor saham konsumer mendaki 0,44 persen dan sektor saham infrastruktur menguat 0,34 persen.

Saham-saham yang mencatatkan top gainers antara lain saham INDS naik 7,97 persen ke posisi Rp 1355 per saham, saham LCGP melonjak 7,25 persen ke posisi Rp 74 per saham, dan saham MDKA menguat 6,67 persen ke posisi Rp 2.400 per saham.

Saham GTBO turun 23 persen ke posisi Rp 200, saham CMPD susut 11,30 persen ke posisi Rp 204 dan saham KMRT tergelincir 6 persen ke posisi Rp 470 per saham.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya menuturkan, IHSG berpeluang kembali naik masih terbuka cukup lebar bagi pola pergerakan IHSG.

Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang stabil diharapkan jadi sentimen positif. Ditambah bursa saham global yang juga turut memberikan sentimen IHSG.

"IHSG berpotensi menguat dengan kisaran 5.972-6.123," ujar William dalam ulasannya.

Analis PT Reliance Securities Lanjar Nafi menuturkan, IHSG akan kembali bervariasi dengan kisaran 6.000-6.052 pada Selasa pekan ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Dana Asing Keluar Tak Lagi Berarti Bagi Pasar Saham RI?

Keluar dan masuknya dana asing di pasar saham Indonesia selalu menjadi perhatian investor. Secara historis, keluarnya dana asing seringkali menyebabkan koreksi di pasar saham dan terkadang saking besarnya arus keluar tersebut bahkan berimbas pada pelemahan Rupiah.

Sejak Januari hingga November 2017, tercatat investor asing melakukan aksi penjualan sebesar Rp 35,55 triliun di pasar saham Indonesia, sebuah jumlah yang sangat besar.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa pasar saham kita tidak terkoreksi? Apakah peran investor domestik sudah sedemikian signifikan melampaui kontribusi investor asing?

Karena bila demikian, maka tidak lagi penting pandangan investor asing terhadap Indonesia karena investor domestik sudah mampu menopang pasar saham kita.

Namun, bila ada satu hal yang saya pelajari selama berkecimpung di dunia ekonomi dan investasi selama lebih dari satu dekade, jangan pernah membuat kesimpulan tanpa melakukan analisa secara menyeluruh.

Perlu diingat bahwa nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia terus berkembang, dari Rp 259 triliun di tahun 2000, menjadi Rp1.249 triliun di tahun 2006, hingga Rp 6.592 triliun di akhir November 2017.

Maka, bila tercatat arus dana asing sebesar Rp 35,55 triliun dengan asumsi keluar di 1999, maka ini akan menyebabkan gejolak pasar yang besar, karena sama dengan 13,7 persen dari total nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia saat itu.

Bahkan dengan asumsi di akhir tahun 2006 pun, Rp 35,55 triliun masih sama dengan 2,8 persen dari nilai kapitalisasi pasar saham kita saat itu.

Namun, seiring dengan pertumbuhan, per November 2017, angka Rp 35, 55 triliun hanya sebesar 0,5 persen dari total nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia. Hal ini tidak berarti bahwa Rp 35,55 triliun adalah besaran yang tidak berarti.

Namun, terlalu terpaku pada besaran angka tanpa disandingkan terhadap nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia secara keseluruhan, dapat memberikan sebuah pandangan yang mungkin kurang akurat.

Lebih menariknya lagi, sekalipun investor asing melakukan penjualan sebesar Rp 35,55 triliun, nilai kepemilikan asing di pasar saham Indonesia berkembang dari Rp 1.691 triliun di akhir 2016 menjadi Rp 1.858 triliun di akhir November 2017.

Mengapa bisa demikian? Karena ternyata investor asing hanya menjual sebagian dari keuntungan yang telah didapatkan selama periode tersebut.

Dikarenakan oleh kenaikan nilai pasar, besaran Rp 1.691 triliun yang telah diinvestasikan di akhir 2016 menghasilkan keuntungan sebesar Rp 202 triliun selama periode Januari hingga November 2017, dimana pihak asing melakukan aksi ambil untung sebesar Rp 35.55 triliun, atau hanya 18 persen dari total keuntungan yang didapatkan.

Foto dok. Liputan6.com

Sebagai gambaran, anggaplah Anda melakukan investasi sebesar Rp 1,691 juta Rupiah di akhir 2016. Kemudian, selama Januari hingga November 2017, investasi Anda menghasilkan Rp 202 ribu. Anda kemudian memutuskan untuk mengambil untung sebesar Rp 35,55 ribu, mungkin dikarenakan Anda melihat ada kesempatan investasi lain, atau bahkan hanya sekedar mengambil sebagian dari keuntungan tersebut untuk dikonsumsi.

Apakah artinya Anda memiliki pandangan negatif atas investasi Anda? Tentunya tidak! Karena Anda tidak mengambil satu sen pun dari modal investasi awal Anda.

Bahkan, Anda menginvestasikan kembali Rp 166,55 ribu dari keuntungan Anda. Artinya, Anda tidak hanya tetap menginvestasikan seluruh modal awal Anda tetapi juga menginvestasikan kembali 82 persen dari keuntungan Anda.

Sebuah langkah yang tidak mungkin Anda lakukan bila Anda memiliki pandangan negatif terhadap masa depan investasi Anda.

Dari contoh ini, dapat dilihat bahwa aksi penjualan oleh investor asing sebesar Rp 35.55 triliun tidaklah berarti mereka memiliki pandangan negatif terhadap ekonomi dan pasar saham Indonesia.

Namun, sebenarnya tersirat sisi yang perlu diperhatikan dari analisa di atas. Memang dari Januari hingga November 2017, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih bertengger di posisi yang cukup mapan sekalipun terdapat aksi jual dari investor asing yang cukup besar.

Hal ini dikarenakan berkembangnya peran investor domestik, sebuah perkembangan yang dapat kita banggakan. Yang menjadi titik perhatian adalah analisa di atas menggambarkan bahwa besaran arus dana keluar tahun ini dapat dikatakan relatif cukup rendah dibandingkan dengan total kepemilikan asing di pasar saham Indonesia.

Rp 35.55 triliun sebenarnya hanya 18 persen dari total keuntungan yang dicatatkan oleh investor asing dari Januari hingga November 2017 dan hanya 1,9 persen dari total kepemilikan investor asing di pasar saham Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan, bila investor asing memutuskan untuk menjual lebih banyak dari keuntungan mereka di masa depan, atau bahkan menjual sebagian dari modal investasi mereka, masih dapatkah investor domestik menghadapi badai keluarnya arus dana asing tersebut?

Suka tidak suka, dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa arus dana dari investor asing tetap memiliki peran yang sangat penting. Sehingga, menjaga tingkat kepercayaan investor asing terhadap ekonomi dan pasar modal Indonesia merupakan suatu langkah yang tidak dapat dilupakan.

Sekalipun Rp 35,55 triliun yang telah keluar sejak Januari hingga November 2017 terkesan besar, sebenarnya angka tersebut secara persentase tidak terlalu besar dari total dana asing yang terinvestasikan di pasar saham Indonesia.

Sebuah kesimpulan yang sangat berbeda didapatkan saat kita menganalisa lebih jauh ketimbang hanya bergantung pada informasi yang beredar dipermukaan. Sekali lagi kita diingatkan untuk tidak pernah membuat kesimpulan tanpa melakukan analisa secara menyeluruh.

 

Teddy Oetomo, PhD

Head of Intermediary Business

PT Schroder Investment Management Indonesia

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya