Pengacara Setnov Protes KPK Putar Video Sidang Andi Narogong

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi, menjelaskan diputarnya video murni berdasar permintaan hakim.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 12 Des 2017, 09:54 WIB
Tim kuasa hukum Setya Novanto memberikan pertanyaan pada saksi ahli dalam sidang lanjutan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (11/12). Sidang kali ini beragenda mendengarkan keterangan tiga saksi ahli dari pihak Novanto. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana, mengaku keberatan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar video persidangan Andi Agustinus (AA) atau Andi Narogong, di penghujung sidang praperadilan Setya Novanto.

"Kami keberatan Yang Mulia," ujar Ketut sebagai pihak pemohon di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin malam 11 Desember 2017.

Menurut Ketut, video yang dijadikan bukti praperadilan itu tidak relevan untuk bukti. Dia beranggapan, bukti itu baru disiapkan KPK usai dibatalkannya sidang perdana praperadilan 30 November 2017.

"Prinsipnya alat bukti adalah untuk menetapkan tersangka, bukan tersangka mencari alat bukti. Sehingga kalau mereka menjadikan itu alat bukti untuk praperadilan ini, jadi pasti kami tolak," tegas dia.

Terpisah, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi, menjelaskan diputarnya video murni berdasar permintaan hakim. Pihaknya mengaku telah memilah bagian yang hanya dibutuhkan, untuk mendukung bukti materil diajukan dalam sidang praperadilan jilid dua ini.

"Rekaman aslinya bisa hampir 1,5 jam tapi kami edit sesuai permintaan hakim hanya 8 menit. Di situ ada 4-5 item pemeriksan dan item percakapan. Ini adalah menambah keyakinan kami karena praperadilan ini sesuatu yang luar biasa," jelas dia.

Beberapa bagian diputar KPK adalah saat AA mengaku memberi jam tangan kepada Novanto, sebagai hadiah ulang tahun. Kemudian, pertemuan pihak lain mereka yang terlibat dalam kasus KTP elektronik, seperti Johanes Marliem. Juga, saat AA mengaku perannya hanya sebagai tong sampah dalam lingkaran kasus mega proyek tersebut.


Pertanyakan Sprindik

Ahli hukum pidana Mudzakir mempertanyakan surat perintah penyidikan (sprindik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Setya Novanto. Terlebih, sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan status tersangka Setya Novanto.

"Kalau sudah ada putusan praperadilan, artinya sprindiknya harus dicabut," kata Mudzakir di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 11 Desember 2017.

Menurut dia, dicabutnya sprindik dimaksudkan agar tidak adanya duplikasi sprindik di kemudian hari, terhadap orang yang sama.

"Satu kejahatan tidak boleh dua sprindik atas satu (orang) tersangka. Oleh sebab itu, penetapan tersangka (kembali) sah bila mencabut sprindik itu (sebelumnya). Bisa dengan SP3 dan jenis yang lain," ujar Mudzakir.

Nur Basuki Minarno, ahli pidana lainnya yang dihadirkan tim pengacara Setya Novanto menyatakan, keberadaan dua sprindik dalam kasus ini, membentuk dualisme. Meski status hukumnya sah, tetapi cacat yuridis.

"Secara hukum keduanya berlaku, Sprindik adalah dasar wewenang, untuk surat tugas, oleh karena itu kalau terjadi satu kewenangan dua sprindik, ini ada dualisme dan cacat yuridis bagi pihak penyidik," ucap Nur.

Nur menjelaskan, secara undang-undang, lembaga antirasuah dilarang mengeluarkan penghentian penyidikan. Hal ini menjadi polemik, lantaran KPK terbetur aturan tersebut.

"Jadi KPK harus mengeluarkan Sprindik itu tidak sah, tapi terbentur UU itu, karenanya KPK tidak pernah mengeluarkan itu (Sprindik)," kata Nur dalam sidang praperadilan Setya Novanto.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya