Liputan6.com, Manhattan - Suara ledakan terdengar di sebuah terminal bus di Kota New York, Amerika Serikat.
Insiden tersebut terjadi pada Senin pagi, 11 Desember 2017 waktu setempat di Port Authority Bus Terminal, 42nd street and 8th avenue, di dekat Times Square, Manhattan.
Advertisement
Berkenan dengan insiden tersebut, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York mengimbau kepada seluruh WNI di New York dan sekitarnya untuk waspada, khususnya di tempat keramaian.
"Untuk selalu membawa tanda pengenal/identitas. Selalu menaati peraturan serta instruksi pihak keamanan di mana pun berada," tulis keterangan KJRI New York pada 11 Desember 2017.
KJRI New York menambahkan, pihaknya masih terus memantau perkembangan situasi dan kondisi sesudah peristiwa itu.
Sampai saat ini tidak ada laporan mengenai WNI yang jadi korban. Sedangkan kasus masih dalam penyelidikan pihak berwenang.
"Jika mengetahui ada WNI yang terluka dalam kejadian ini, dimohon untuk segera menghubungi hotline KJRI New York di +1 347 806 9279. Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya," tambah keterangan tersebut.
Pelaku Mengatasnamakan ISIS
Pada 11 Desember 2017 pukul 07.20, pengguna kereta bawah tanah (subway) di New York dikejutkan dengan suara ledakan. Peristiwa itu terjadi di dekat Terminal Bus Port Authority, tak jauh dari Times Square.
Pemuda berusia 27 tahun, Akayed Ullah, menjadi tersangka pelaku ledakan. Ia mengalami luka bakar parah di tubuhnya dan tiga orang lainnya dikabarkan mengalami luka-luka ringan.
Menurut aparat penegak hukum, Ullah melakukan serangan tersebut atas nama ISIS, untuk membalas dendam kematian muslim di seluruh dunia.
Imigran asal Bangladesh itu mengatakan, ia mempelajari cara membuat bahan peledak secara daring dan merakit bom pipa yang digunakannya di apartemennya di Brooklyn, New York.
Dikutip dari NBC News, Selasa (12/12/2017), hingga kini aparat keamanan tak menemukan bukti bahwa montir listrik itu memiliki hubungan langsung dengan ISIS. Namun, ia mengaku geram atas serangan Amerika Serikat di wilayah yang dikuasai kelompok militan itu.
Berdasarkan keterangan pejabat, hal tersebut membuatnya berkeinginan untuk melancarkan serangan bom bunuh diri.
Ullah yang sadar bahwa ISIS kerap melancarkan serangannya menjelang Natal, memutuskan untuk memasang bahan peledak di lorong kereta bawah tanah di dekat terminal Port Authority. Pasalnya, ia melihat ada gambar yang memperlihatkan liburan Natal di sana.
Wali Kota New York, Bill de Blasio, mengatakan bahwa tersangka bertindak sendirian.
"Apa yang kami tahu adalah seseorang yang, terima kasih Tuhan, tak berhasil mewujudkan tujuannya," ujar de Blasio.
Ullah tiba di AS dari Bangladesh dengan visa imigran pada 21 Februari 2011. Ia saat ini menjadi penduduk permanen resmi yang memiliki green card.
Mantan tetangga Ullah, Hasan Alam, mengatakan bahwa ia tak melihatnya lagi setelah mantan sopir taksi itu pindah setahun yang lalu.
"Aku sangat terkejut. Karena ia pria yang religius dan sangat diam, dan tak terlalu suka bersosialisasi," ujar Alam.
Pejabat penegak hukum mengatakan, Ullah sempat beberapa kali bepergian ke luar negeri sejak pindah ke AS. Sebelum peristiwa pemboman New York, ia tak pernah melakukan tindak kejahatan yang membuatnya dicap sebagai orang berbahaya. Pemuda itu hanya beberapa kali mendapat tilang.
Sesaat setelah ledakan terjadi, aparat kepolisian menyisir ke setidaknya tiga alamat di Brooklyn yang terkait dengan Ullah atau kerabatnya.
Seorang mantan tetangganya mengatakan, Ullah pernah tinggal di Mill Basin bersama dengan pasangan yang lebih tua dan dua pemuda lain.
Ia mengatakan, dirinya melihat Ullah meninggalkan rumahnya dengan peralatan yang tampak seperti kamera. Tetangganya itu pun mengira kalau Ullah akan pergi bekerja.
"Keluarga itu sangat ramah, sangat baik, tapi dia (Ullah) diam. Tak pernah berbicara dengan siapa pun," ujar tetangganya.
Advertisement