Kemenkeu Pastikan Tak Potong Tarif PPh Badan

Tarif PPh Badan yang turun tentu akan mengurangi penerimaan pajak sebagai konsekuensinya.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Des 2017, 12:15 WIB
Ilustrasi Pajak (iStockphoto)​

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak akan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan. Hal ini menyusul ada reformasi perpajakan dan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) di Amerika Serikat (AS) yang dikhawatirkan akan memicu terjadinya perang tarif PPh antar negara.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Adriyanto mengatakan, Kemenkeu tidak akan menurunkan tarif PPh Badan meski sebelumnya telah ada instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 17 persen.

"Kita tidak turunkan tarif PPh," ujar dia dalam Pelatihan Wartawan di Jeep Station Indonesia, Bogor, Jawa Barat, Selasa (12/12/2017).

Agar pengusaha dan investor taat untuk membayarkan kewajiban pajaknya, maka yang perlu dilakukan adalah perbaikan pada pelayanan pajak. Namun bukan dengan cara menurunkan tarif pajak.

"Yang kita lakukan sekarang adalah penguatan di Direktorat Jenderal Pajak dengan adanya tax compliance. Karena keyakinan masyarakat terutama investor terhadap institusi perpajakan sangat penting," kata dia.

Jika pelayanan pajaknya sudah diperbaiki, dirinya meyakini para pengusaha dan investor‎ akan membayar pajak secara suka rela tanpa harus dipaksa.

"Kalau sudah ada reform, faktor-faktor lain seperti tarif tidak akan pengaruh. Jadi penurunan tarif pajak tidak menjadi solusi," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Tingkatkan kepatuhan

Tarif PPh Badan yang turun tentu akan mengurangi penerimaan pajak sebagai konsekuensinya. Itu berarti, lanjut dia, anggaran untuk pembangunan infrastruktur pun akan terkena imbas atau menurun.

"Rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kita 10,3 persen. Kalau tarif diturunkan, penerimaan turun, rasio pajak pun akan turun. Implikasinya kepada kemampuan negara untuk pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, dan lainnya," dia menerangkan.

Namun di sisi lain, Suahasil berpendapat, tarif PPh Badan yang turun berpotensi meningkatkan kepatuhan orang membayar pajak. Dengan demikian, pemerintah masih mempertimbangkan untung dan rugi dari penurunan tarif PPh Badan.

"Kita timbang dua-duanya, termasuk seberapa tinggi sih kalau tarif turun, kepatuhan meningkat atau tidak. Karena kemarin peringkat kemudahan berusaha (EoDB) naik dari 106 ke 91 karena pemerintah melakukan berbagai kebijakan, seperti menyederhanakan perizinan, dan tidak ada tarif pajak," paparnya.

"Jadi kalau kita mau melihat peraturan secara komplet, dan kebijakan lain, ranking kita bisa naik lagi, tapi bukan berarti kita tutup mata terhadap UU PPh, kita lakukan kajian mendalam dengan berbagai perspektif tadi," tambah Suahasil.

Dia menargetkan, pemerintah akan menuntaskan revisi UU PPh di tahun ini. Dan kemudian disampaikan ke DPR untuk mendapat persetujuan. "Mudah-mudahan kita bisa rumuskan semua, dan kita sampaikan finalnya ke DPR tahun ini," tandas Suahasil.

Pada tahun, lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewacanakan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan, secara bertahap dari 25 persen menjadi 17 persen. Jokowi berpatokan kepada rezim perpajakan Singapura yang mematok tarif pajak korporasi 17 persen. "Mungkin dari PPh 25 persen ke 20 persen dulu, baru ke 17 persen," ujar Presiden Jokowi.

Penurunan PPh Badan ini sejalan dengan rencana revisi tiga undang-undang (UU) di bidang perpajakan, yakni UU PPh, UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan UU Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya