Usai Teror New York, Donald Trump Desak Imigrasi Diperketat

Donald Trump serukan agar kebijakan imigrasi AS semakin diperketat, usai teror di Kota New York yang didalangi tersangka imigran Bangladesh

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 12 Des 2017, 14:00 WIB
Penumpang melintasi aparat kepolisian yang berjaga di lorong stasiun kereta bawah tanah dekat lokasi teror bom pipa di New York City, Senin (11/12). Empat orang dikabarkan mengalami luka-luka akibat teror bom tersebut. (Drew Angerer/Getty Images/AFP)

Liputan6.com, Washington, DC - Usai teror bom subway (kereta bawah tanah) di New York yang didalangi oleh seorang pelaku imigran Bangladesh, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyerukan agar kebijakan imigrasi AS semakin diperketat.

"Amerika (Serikat) harus memperbaiki sistem keimigrasian mereka yang sangat buruk. Kebijakan itu membuka peluang bagi para individu berbahaya dan yang tidak diperiksa secara memadai untuk masuk ke negara kita," kata Presiden Donald Trump dalam sebuah pernyataan tertulis, seperti dikutip dari USA Today, Selasa (12/12/2017).

Sebelumnya, Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Sanders juga mengatakan, "Kita (AS) harus melindungi perbatasan. Kita harus memastikan, individu yang masuk ke negara kita adalah mereka yang tidak memberikan kerugian bagi masyarakat AS. Maka, kita harus mengubah sistem imigrasi yang berbasis prestasi (Merit-based immigration system)".

Menegaskan pernyataan tertulis Donald Trump, Jaksa Agung AS Jeff Sessions mengatakan, "Kita telah menyaksikan dua teror di Kota New York dalam kurun waktu kurang dari dua bulan."

"Teror semacam itu dilakukan oleh individu yang datang dari luar ke AS dengan memanfaatkan kebijakan imigrasi kita (AS) yang gagal dan tidak mewakili kepentingan AS."

 


Kebijakan Imigrasi Donald Trump, Batasi Muslim Datang ke AS?

Komentar tentang pengetatan kebijakan imigrasi itu diungkapkan usai teror bom yang melanda Kota New York. Empat orang terluka, termasuk seorang pelaku.

Senin pagi waktu setempat, polisi Kota New York melaporkan telah menangkap Akayed Ullah (27 tahun), tersangka teror bom pipa di subway dekat Times Square, Manhattan.

Ullah berdomisili di Brooklyn, Kota New York sejak 2011, menggunakan visa izin tinggal F-4 -- visa yang dikhususkan bagi imigran yang keluarganya telah menjadi warga negara dan tinggal di AS terlebih dahulu.

Kebijakan imigrasi semacam itu -- seperti yang diberlakukan terhadap Ullah -- adalah sebuah 'kelemahan dalam sistem imigrasi AS', ujar Presiden Donald Trump beberapa waktu lalu.

Sebagai gantinya, pemerintahan Presiden Trump mengajukan proposal Merit-based immigration system, dengan hanya memperbolehkan imigran berprestasi, berkelakuan baik, tanpa catatan kejahatan, dan telah memiliki pekerjaan.

Kebijakan semacam itu ditujukan oleh pemerintahan Trump guna mencegah individu 'bermasalah' (anggota geng, teroris, dan lain-lain) untuk masuk ke Amerika Serikat.

Akan tetapi, sejumlah pengamat mengkritisi kebijakan tersebut, karena menilai Trump akan sengaja membatasi akses imigrasi bagi individu yang berasal dari negara Hispanik dan Muslim.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya