MUI Belum Terbitkan Sertifikasi Halal Vaksin Difteri 

Vaksin difteri menimbulkan pro dan kontra terkait kehalalannya. Bagaimana penjelasan MUI?

oleh Yunizafira Putri Arifin Widjaja diperbarui 12 Des 2017, 20:18 WIB
Seorang paramedis menyiapkan vaksin difteri untuk diberikan kepada siswa di sebuah sekolah dasar pada hari pertama sebuah kampanye di Tangerang, Senin (11/12). (AP Photo / Tatan Syuflana)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan terkait dengan vaksin difteri yang tengah diberikan kepada masyarakat. Vaksin itu diberikan untuk mencegah wabah difteri yang telah menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah di Indonesia.

Menurut Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid, pada dasarnya hukum imunisasi adalah boleh atau mubah. Ini sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Namun begitu, vaksin yang digunakan dalam imunisasi harus halal dan suci.

Hingga saat ini, kata dia, LPPOM MUI belum pernah menerima pendaftaran dan permintaan pemeriksaan kehalalan vaksin difteri dari pihak mana pun. "Sehingga MUI belum pernah menerbitkan sertifikasi halal terhadap vaksin tersebut," ujar dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (12/12/2017).

Namun begitu, jika vaksin itu digunakan pada kondisi darurat, maka hal tersebut diperbolehkan.

"Kondisi darurat yang dimaksudkan adalah suatu kondisi keterpaksaan atau keterdesakan yang apabila tidak dilakukan tindakan imunisasi dapat mengancam jiwa manusia (mudarat) dan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang," jelas dia.

Ketentuan itu, lanjut dia, harus dipastikan bahwa memang benar-benar belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci. Keputusan tersebut harus didukung dengan keterangan tenaga ahli yang kompeten dan dapat dipercaya.

"Setelah ditemukan vaksin yang halal, pemerintah wajib menggunakan vaksin yang halal," tegas dia.

 


Difteri Menular dan Berbahaya

Seorang anak menangis saat disuntik vaksin difteri di sebuah klinik desa di Jakarta (11/12). Wabah Difteri ini telah menewaskan puluhan orang. (AFP Photo/Adek Berry)

Saat ini, Indonesia tengah menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di beberapa daerah, termasuk di wilayah ibu kota negara Indonesia, DKI Jakarta.

Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan melakukan respons cepat KLB dengan langkah outbreak response immunization (ORI) pada 12 kabupaten/kota di tiga provinsi yang mengalami KLB, yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

“Adanya satu kasus difteri terkonfirmasi laboratorium secara klinis sudah dapat menjadi dasar bahwa suatu daerah dinyatakan berada dalam kondisi KLB, karena tingkat kematiannya tinggi dan dapat menular dengan cepat," ujar Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), saat meninjau pelaksanaan ORI di SMA Negeri 33 Jakarta, Senin pagi (11/12).

 


Kesenjangan Imunitas

Siswa SD saat disuntik imunisasi difteri di sebuah sekolah dasar di Tangerang, Senin (11/12). Indonesia memulai sebuah kampanye untuk mengimunisasi 8 juta anak-anak dan remaja dari difteri. (AP Photo / Tatan Syuflana)

Menurut Menkes, KLB difteri terjadi karena adanya kesenjangan imunitas atau immunity gap di kalangan penduduk suatu daerah.

"Keadaan ini terjadi karena ada kelompok yang tidak mendapatkan imunisasi atau status imunisasinya tidak lengkap sehingga tidak terbentuk kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri difteri sehingga mudah tertular difteri," tutur Menkes.

Saksikan video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya