4 Kisah Perburuan Wangsit Harta Karun Bung Karno dan Raja

Nasib para pemburu harta karun yang mengaku mendapat wangsit harta karun Bung Karno belum pernah ada yang mujur.

oleh Anri SyaifulDian KurniawanFauzanLiputan6.com diperbarui 13 Des 2017, 08:00 WIB
Tiga penggali lubang diduga menyimpan harta karun Bung Karno meninggal. Yang menyuruh mereka sehat wal afiat. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jember - Perburuan harta karun banyak terjadi di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Pada umumnya, para pemburu mengincar harta karun peninggalan kerajaan masa lampau ataupun bangkai kapal laut pengangkut barang mewah yang karam di laut. Ada yang sukses, ada pula yang gigit jari.

Nah, beragam pula alasan mereka memburu harta karun. Di sejumlah daerah di Tanah Air, misalnya, sebagian pemburu harta karun bahkan berdalih mendapat wangsit atau petunjuk gaib. Dengan dalih itulah, mereka berlomba-lomba mencari harta karun, bahkan menghiraukan keselamatan diri sendiri.

Nasib para pemburu harta karun yang mengaku mendapat wangsit pun beragam. Mulai dari ditangkap aparat berwenang hingga mengalami petaka seperti kelompok pemburu harta karun di Jember, Jawa Timur, Senin, 11 Desember 2017.

Tiga warga Kecamatan Pakusari, Jember, meninggal dunia. Sedangkan seorang kritis di perut bumi berkedalaman 10 meter.

Berikut empat kisah perburuan harta karun di Tanah Air yang menyedot perhatian khalayak.

 

 

 

 


1. Petaka Wangsit Harta Karun Bung Karno dan Raja Majapahit

Batu di atas lubang penggalian harta karun Bung Karno yang menelan tiga korban jiwa. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Niat hati mendapatkan harta karun presiden pertama RI Sukarno atau Bung Karno, apa daya nyawa malah hilang. Tercatat, nyawa tiga warga Kecamatan Pakusari melayang, sedangkan seorang kritis di perut bumi berkedalaman 10 meter.

Lokasi diduga terdapat harta karun Bung Karno itu berada di kawasan Hutan RPH Mumbulsari. Tepatnya di Petak 42, Dusun Kemiri Songo, Desa Lampeji, Kecamatan Mumbulsari, Jember, Jawa Timur.

Ketiga orang pengejar harta karun yang tewas bernama Taufiq (40) dan Bari (18), warga Dusun Sanggar, Desa Subo, Kecamatan Pakusari, dan Mbah Wardi (57), warga Desa Jatian, Kecamatan Pakusari. Sedangkan, korban kritis bernama Fredi (27), warga Desa Subo, Pakusari.

"Ada delapan orang yang nekat menggali lubang karena tergiur harta karun peninggalan Presiden RI yang pertama Ir. Sukarno dan peninggalan Raja Majapahit," ucap Kapolsek Mumbulsari, AKP Heri Supatmo, Senin, 11 Desember 2017.

Ia menjelaskan, informasi adanya harta karun tersebut berdasarkan wangsit yang diterima Tomo alias Pak Ririn, warga Dusun Kemiri Songo, Desa Lampeji, Kecamatan Mumbulsari, dan Iwan alias Aji Bagus, warga Desa Weringin Rejo, Kecamatan Muncar Banyuwangi.

"Bahwa di bawah batu besar itu tersimpan harta karun tak ternilai harganya," kata Heri.

Atas informasi itu, Tomo segera merekrut delapan penggali yang berasal dari Kecamatan Pakusari. Mereka mulai bekerja sejak Minggu, 3 Desember 2017. Setelah beberapa hari penggalian, masalah mulai muncul karena ada mata air di lubang galian itu yang terus mengalir.

Kedelapan penggali lalu berbagi tugas. Empat orang berada dalam lubang untuk menggali tanah dan menguras air, sementara empat orang lainnya berada di atas untuk berjaga dan menarik air.

"Karena kesulitan menguras air, maka mereka datangkan mesin pompa air dan dimasukkan ke dalam lubang," ucapnya.

Selanjutnya, mereka menghidupkan mesin pompa air, sehingga menimbulkan kepulan asap dalam lubang diduga tempat harta karun. Mereka tidak memperhitungkan ventilasi udara di tempat tersebut yang sangat minim karena hanya terdapat satu lubang kecil di bawah batu.

"Akibatnya, tiga orang meninggal dunia, satu orang kritis karena kekurangan oksigen. Keempat orang tersebut terlalu banyak menghirup gas CO2 atau karbon dioksida yang keluar dari mesin tersebut," ujarnya.


2. Pesan Eyang Guru bagi Penemu Harta Karun Gaib Tepi Pantai

Harta karun gaib yang berada di tepi pantai itu merupakan pintu untuk menemukan enam titik harta karun lainnya. (Liputan6.com/Fauzan)

Pencarian harta karun gaib yang menghebohkan warga Dusun Muara, Desa Tikke, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat masih terus dilanjutkan karena saat ini belum membuahkan hasil.

Menurut Eyang Guru Slamet Santoso, orang yang mendapat amanah untuk mencari harta karun gaib tersebut, pencarian tersebut harus dilanjutkan karena harta karun itu bernilai tinggi dan bisa untuk kemaslahatan umat dan kesejahteraan bersama bagi bangsa.

"Mimpi saya itu adalah amanah untuk kepedulian dan kesejahteraan bersama bagi bangsa. Isinya sesuai mimpi adalah harta karun yang bernilai tinggi harganya," kata Eyang Slamet, begitu ia akrab disapa, Kamis, 9 Februari 2017.

Alasan lainnya, lanjut Eyang Guru, adalah karena ada tujuh titik harta karun gaib. Amanah untuk mencarinya pun sudah lama, tetapi baru tahun ini pencarian dilaksanakan.

Eyang Guru menyatakan, jika harta karun gaib itu ditemukan, harta itu harus dikelola orang yang amanah dan dibagi secara adil kepada seluruh bangsa.

"Dalam mimpi saya itu ada tujuh titik harta karun, sudah sejak lama mimpi ini sebenarnya namun baru 2017 ini saya bisa menunaikannya," kata dia.

Titik pertama harta karun itu, menurut dia, berada di bibir pantai Dusun Muara, Desa Tikke, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Di titik itu pulalah yang menjadi pintu untuk menuju kepada enam titik lainnya.

"Titik penggalian saat ini merupakan titik utama dan menjadi pintu untuk menuju ke titik-titik lain harta karun tersebut," ujar Eyang Guru.

Sementara itu, Wakapolres Mamuju Utara Kompol Mihardi menduga harta karun gaib yang disampaikan Eyang Guru merupakan peninggalan Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

Ia bahkan menduga harta karun itu adalah harta milik bangsa Indonesia yang belum sempat diambil bangsa asing pada Perang Dunia I atau Perang Dunia II.

"Amanah dalam mimpinya itu diterjemahkan kemungkinan sebagai harta milik bangsa Indonesia yang belum sempat diselamatkan bangsa asing saat Perang Dunia I atau II, atau harta peninggalan Sukarno yang diterjemahkan sebagai harta penyelamat bangsa. Wallahu alam," kata Mihardi.


3. Izin Berdoa di Kuburan, 4 Penggali Tanah Asal Bandung Ditangkap

Ilustrasi harta karun. (Sumber iStock)

Polisi menangkap empat warga Kabupaten Bandung yang sedang menggali tanah di kawasan pemakaman umum Cijolang, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

"Mereka sudah 10 hari di Cijolang itu. Izinnya ke juru kunci makam mau ikut wirid (berdoa), ternyata mereka malah menggali," kata Kapolsek Tarogong Kaler, Ipda Polisi Hilman Nugraha, di Garut, dilansir Antara, Minggu, 18 September 2016.

Ia menuturkan, warga yang resah dengan keberadaan para penggali tanah di kawasan pemakaman umum itu melaporkannya kepada polisi. Polisi lalu mendatangi penggali itu dan menangkap mereka, berikut menyita peralatan yang digunakan untuk menggali.

Pengakuan sementara para penggali itu, kata Nugraha, untuk mencari harta karun yang diperintahkan seseorang bernama Abdul Hakim, warga Cilawu, Kabupaten Garut.

Orang itu memerintahkan untuk menggali tanah di areal pemakaman umum Cijolang karena terdapat harta karun yang ditinggalkan Bung Karno.

"Mencari harta karun setelah mendapat wangsit yang menyuruhnya itu, bahwa ada harta karun Bung Karno, kata mereka," kata Nughara.

Ia mengungkapkan keterangan para penggali itu belum dapat dipercaya dan akan terus dikembangkan, termasuk memanggil dan memeriksa orang yang menyuruhnya itu,

"Kami juga masih menunggu saudara Abdul Hakim untuk keterangan lebih jelasnya," kata Nugraha.


4. Prasasti Batu Tulis Dibongkar, Warga Bogor Marah

10.000 Harta Karun Legendaris Ditemukan di Sungai China. (Xinhua)

Pembongkaran Prasasti Batu Tulis di Bogor, Jawa Barat, memancing kemarahan warga setempat. Protes dan kutukan diekspresikan lewat spanduk yang memenuhi lokasi di sekitar prasasti.

Hampir separuh protes dialamatkan kepada Menteri Agama (Menag) Said Agil Husein Al Munawar. Konon, sang Menteri inilah yang memerintahkan penggalian hingga nongkrongin para tukang gali tanah. Demikian pemantauan Liputan 6 SCTV, hingga Minggu sore, 18 Agustus 2002.

Sebelumnya, Menag mendapat amanat dari seorang ustaz perihal harta karun di situs peninggalan Prabu Siliwangi itu. Ditemani seorang paranormal dan empat penggali, Said menggali areal situs, Jumat, 16 Agustus 2002.

Di sekitar lokasi itu dipercaya terdapat harta karun peninggalan Kerajaan Pakuan Padjadjaran. Namun, hingga pukul 20.00 WIB, harta karun yang dicari tak kunjung muncul.

Alih-alih menemukan harta karun, Said malah diprotes warga karena dianggap merusak situs peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya. Penggalian ini meninggalkan bekas berbentuk parit sepanjang enam meter, lebar satu meter, dengan kedalaman dua meter.

Selain itu, juga tampak bekas galian berbentuk gua garis tengah 1,5x1,5 meter sedalam satu meter di bawah dua batu menhir, tunggul batu pengikat tali Ketan Kuda peninggalan Prabu Siliwangi.

Inilah yang dikhawatirkan warga. Sebab, kini batu pengikat mulai menggantung dan dikhawatirkan ambruk.

Namun, menurut Said, penggalian itu tak akan merusak situs sejarah tersebut. Sebab, penggalian dilakukan di luar area lokasi peninggalan bersejarah tersebut.

Buat warga Bogor dan Tatar Sunda pada umumnya, prasasti yang ditulis Surawesesa, anak Prabu Siliwangi pada 1533 Masehi adalah benda bersejarah dan mempunyai nilai spirit atas berdirinya Kota Hujan.

Warga setempat meyakini, dulunya di sekitar batu tulis adalah pusat Kerajaan Padjadjaran terakhir, mengingat lokasinya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Bahkan Presiden Sukarno memberikan perhatian khusus terhadap lokasi itu dengan mendirikan Istana Batu Tulis di seberang prasasti tersebut.

Atas reaksi masyarakat itu, Said menghentikan penggalian untuk waktu yang belum ditentukan. Selain itu, menurut Menag, penggalian juga dihentikan lantaran seorang dari empat penggali situs itu tidak berhati bersih, sehingga harta karun itu luput. Padahal, rencananya, bila harta karun itu didapat, akan diserahkan buat negara.

Dilaporkan, saat itu, lokasi prasasti sudah dipasang garis polisi. Sejumlah orang sudah dimintai keterangan berkaitan dengan penggalian tersebut.

Mereka diancam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya. Bagi yang merusak, mengambil, mengubah bentuk atau warna atau memisahkan benda cagar budaya diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya