Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengatakan bahwa AS siap untuk berbicara dengan Korea Utara tanpa prasyarat.
"Kami telah mengatakan dari sisi diplomatik, kami siap untuk berbicara kapan pun Korea Utara ingin berbicara," ujar Tillerson di Atlantic Council, Washington, pada 12 Desember 2019.
"Kami siap untuk melakukan pertemuan pertama tanpa prasyarat."
"Ayo bertemu saja, dan kita bisa berbicara soal apa pun yang Anda inginkan. Berbicara tentang meja persegi atau bundar, jika itu yang Anda sukai mari kita bicarakan saja. Tapi setidaknya kita bisa duduk dan saling bertatap muka, lalu kita bisa mulai menyusun peta, soal jalan apa yang mungkin akan kita jalani," ungkap dia.
Dikutip dari CNN, Rabu (13/12/2017), Rex Tillerson mengatakan, tidak mungkin menuntut Korea Utara untuk melucuti senjatanya sebelum perundingan dimulai. Presiden AS Donald Trump pun setuju akan hal itu.
Pemerintah AS telah mengatakan bahwa perundingan dengan Korea Utara harus berfokus pada denuklirisasi.
Baca Juga
Advertisement
"Tidak realisitis untuk mengatakan bahwa kami hanya akan berbicara kepada Anda untuk menuntut penghentian program (nuklir)," ujar Tillerson.
"Mereka sudah berinvestasi dalam jumlah besar atas program itu, dan Presiden juga sangat realistis mengenai hal itu," imbuh dia.
Namun, pejabat tinggi AS itu mengatakan bahwa Korea Utara harus memastikan adanya masa tenang selama pembicaraan dilangsungkan.
Korea Utara telah meningkatkan laju pengembangan program rudalnya selama 2017. Pada September lalu, negara pimpinan Kim Jong-un itu menguji perangkat nuklir terbesar dan terkuatnya.
Sejak Februari 2017, Pyongyang telah meluncurkan 23 rudal dan terus memperbaiki teknologinya di setiap peluncuran.
Korea Utara telah melakukan uji coba rudal terbarunya pada 29 November. Misil tersebut meluncur lebih tinggi dan jauh dari sebelumnya. Menteri Pertahanan AS James Mattis mengatakan, rudal tersebut dinilai dapat menjangkau seluruh wilayah di Bumi.
Memulai Pembicaraan dengan Korea Utara
Di Atlantic Council, Tillerson mengatakan bahwa pertanyaan terbesar terkait perbincangan tersebut adalah soal cara memulainya.
"Kita berurusan dengan seorang pemimpin baru di Korea Utara dan tak pernah seorang pun terlibat dengannya," ujar Tillerson.
"Kami tidak tahu secara keseluruhan tentang bagaimana rasanya berhubungan dengannya, dan karena itulah saya pikir harapan saya tentang bagaimana memulai (perbincangan) benar-benar harus disusun."
"Saya harus tahu siapa rekan bicara saya, saya harus mengerti bagaimana prosesnya, bagaimana cara mereka berpikir? Karena untuk mencapai kesepakatan, seperti yang kita semua tahu dalam negosiasi, berarti ada kemauan untuk membicarakan banyak hal."
"Yang terpenting adalah kita mulai (perbicangan)," jelas Tillerson.
Sebelumnya, Menlu AS itu telah mengatakan bahwa upaya diplomasi didukung dengan opsi militer. Pilihan tersebut baru akan digunakan jika Korea Utara membuat "pilihan yang buruk".
"Kami memiliki militer yang kuat yang mendukung kami. Jika Korea Utara memilih pilihan buruk, kami akan bersiap," ujar Tillerson.
"Itu bukan jalur yang ingin kita ambil. Tentu saja, di Departemen Luar Negeri, tugas kami adalah untuk membuat jalur alternatif," imbuh dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement