Derita Penyakit Mematikan, Mahasiswa Donorkan Kepalanya

Penyakit mematikan yang ia derita membuatnya mendonorkan kepalanya untuk penelitian agar tak ada yang menderita sepertinya

oleh Sulung Lahitani diperbarui 13 Des 2017, 13:30 WIB
Penyakit mematikan yang ia derita membuatnya mendonorkan kepalanya untuk penelitian agar tak ada yang menderita sepertinya

Liputan6.com, Jakarta Seorang mahasiswa di Tiongkok dan menderita penyakit mematikan, memutuskan untuk menyumbang kepalanya sendiri untuk penelitian medis. Ini ia lakukan dengan harapan bisa menolong orang lain yang menderita penyakit yang sama dengannya.

Lou Tao yang baru berusia 29 tahun divonis dengan penyakit mematikan yang menyerang motor neuronnya. Padahal, mahasiswa cantik ini tengah meniti jalan menggapai cita-citanya menjadi profesor sejarah.

Wanita itu pertama-tama merasakan gejala penyakitnya saat ia tak bisa memindahkan jari-jari kakinya pada bulan Oktober 2015. Lou yang merupakan kandidat PhD di Universitas Peking kini berada dalam kondisi "deep sedation" setelah menderita penyakit motor neuron.

Penyakit ini telah memengaruhi saraf di otak dan sum-sum tulang belakangnya selama 2 tahun terakhir. Karena tak ingin orang lain merasakan sakit berkepanjangan seperti apa yang ia rasakan, Lou memutuskan mendonorkan kepalanya sendiri untuk ilmu pengetahuan.

"Setelah saya meninggal, saya ingin mendonorkan kepala saya untuk studi medis dan berharap penyakit motor neuron dapat segera diatasi sehingga penderita penyakit mematikan ini bisa menghilangkan rasa sakitnya."

Demikian pesan terakhir Lou seperti dilansir dari Next Shark. Orangtuanya telah menandatangani dokumen donor organ manusia atas nama wanita itu sebagai bentuk persetujuan.

 


Tak ingin upacara pemakaman

Orang dengan HIV kini bisa mendonorkan organnya ke sesama penderita HIV.

Selain mendonorkan bagian tubuhnya, wanita itu juga tidak ingin kepergiannya ditangisi. Ia bahkan tak ingin ada upacara pemakaman untuk dirinya. Ia juga tak ingin menerima uang duka cita dari teman dan keluarganya.

"Tolong biarkan saya pergi dengan tenang, tanpa jejak, seolah saya tak pernah ada di dunia ini," kata Lou dalam surat wasiatnya.

Dalam surat wasiatnya itu juga, Lou meninggalkan pesan bahwa arti hidup tak ditentukan oleh berapa lama atau singkatnya hidup. Sebaliknya, itu diukur dari kualitas hidup seseorang.

 


Mendapatkan sumbangan Rp 2 miliar

Transplantasi

Mendengar kebesaran hati Lou, warganet dan orang-orang terdekatnya pun membantu mengumpulkan uang untuk membantu mendanai perawatannya. Sebelum kematian wanita itu, sumbangan yang terkumpul mencapai 151.377 dolar atau sekitar Rp 2 miliar lebih.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya