Sejak Hadir di Indonesia, Ahmadiyah Sudah Ditolak

Dari tahun ke tahun, kekerasan terhadap jemaah dan aset Ahmadiyah di indonesia cenderung meningkat. Kehadiran SKB Tiga Menteri juga tidak ampuh untuk meredam kekerasan karena lemahnya penegakan hukum.

oleh Liputan6 diperbarui 08 Feb 2011, 13:21 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Mirza Ghulam Ahmad lahir di Punjab, India, hampir 200 tahun silam. Belakangan, ajaran yang dibawanya dikenal dengan nama Ahmadiyah. Sebagian pengikutnya menganggap Mirza sebagai mursyid atau guru. Tapi, Sebagian lainnya meyakini Mirza sebagai nabi. Inilah yang memicu amarah umat Islam yang meyakini tak ada lagi nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.

Di Indonesia, ajaran Ahmadiyah hadir sekitar 1920-an. Sejak itu pula penolakan muncul. Namun, tidak dalam bentuk kekerasan terhadap para pengikutnya. Baru sekitar 1980-an mulai muncul penolakan diikuti dengan kekerasan.

Tingkat kekerasan terhadap jemaat serta aset Ahmadiyah makin marak sesudah era reformasi. Puncaknya peristiwa di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan tiga orang dan melukai enam lainnya. Aparat keamanan sepertinya tak berdaya menghentikan aksi kekerasan tersebut [baca: Dipastikan Tiga Warga Ahmadiyah Tewas].

Mengantisipasi terulangnya kekerasan, Juni 2008 pemerintah sebenarnya sudah membuat Surat Keputusan Bersama atau SKB Tiga menteri terkait Ahmadiyah. Antara lain memerintahkan penganut Ahmadiyah menghentikan semua kegiatan yang tak sesuai dengan penafsiran agama Islam, seperti pengakuan adanya nabi sesudah Nabi Muhammad SAW. SKB juga memerintahkan warga negara tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap jemaat Ahmadiyah.

Pelanggaran terhadap perintah ini baik oleh jemaat Ahmadiyah maupun warga negara akan dikenai sanksi sesuai perundangan yang berlaku. Namun, SKB tak berjalan efektif karena lemahnya penegakan hukum. Maka kekerasan demi kekerasan atas nama agama pun kembali terulang.(BOG)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya