Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera menurunkan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) guna menstimulus pengembangan mobil listrik di Indonesia. Peraturan Presiden (Perpres) mengenai mobil listrik diharapkan meluncur awal 2018.
"Kami minta PPnBM diturunkan karena selama ini mahal," kata Sekretaris Jenderal Kemenperin, Haris Munandar saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengaku, usulan penurunan tarif PPnBM mobil listrik sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Sayangnya, belum ada jawaban. Dalam hal ini, menyangkut Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.
"Usulan PPnBM sudah disampaikan (ke Kemenkeu), tapi belum ada jawaban. Ini ada aturan di UU 42/2009 dan insentif lain pada Peraturan Pemerintah 36/2008. Acuannya UU, maka perlu ada revisi UU," jelas Haris.
Haris berharap, usulan penurunan PPnBM untuk mobil listrik dapat disetujui segera. Targetnya di awal tahun depan seiring penerbitan Perpres terkait mobil listrik. "Kami ingin secepatnya. Awal tahun depan kalau bisa barengan dengan Perpres mobil listrik," ujar dia.
Asal tahu, Kemenperin bakal melakukan uji coba terhadap dua model dari 10 mobil listrik milik Mitsubishi pada akhir Desember 2017. "Produksi mobil listrik sampai dengan 2025 diharapkan mencapai 400 ribu unit dari dalam negeri," ujar Haris.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
RI Siap Produksi Mobil Listrik
Sebelumnya Produsen otomotif di Indonesia siap memproduksi kendaraan listrik guna memenuhi kebutuhan konsumen serta mengikuti tren masa depan. Hal ini sesuai dengan peta jalan yang disusun Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam pengembangan industri otomotif nasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan, salah satu hal yang menjadi fokus Kemenperin yaitu mendorong produksi kendaraan beremisi karbon rendah atau low carbon emission vehicle (LCEV).
“Pengembangan teknologi hybrid atau electric vehicle pada kendaraan ini diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus juga mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM),” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 14 November 2017.
Airlangga menjelaskan, diversifikasi BBM ke arah bahan bakar gas, bahan bakar nabati, atau tenaga listrik sebagai jawaban atas kebutuhan energi di sektor transportasi. Produksi dan penggunaan bahan bakar alternatif ini secara langsung dapat pula menghasilkan aktivitas dan manfaat ekonomi yang inklusif, terutama di daerah yang kaya akan sumber energi tersebut.
“Tentunya produksi kendaraan dengan jenis bahan bakar atau penggerak yang lebih ramah lingkungan, menjadi tujuan ke depannya dari pemerintah dan diharapkan dapat dikembangkan industri otomotif dalam negeri,” dia menjelaskan.
Dia menyatakan, pemerintah menargetkan pada 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan LCEV sudah masuk pasar Indonesia.
“Dalam roadmap yang kami kembangkan, LCEV didorong melalui berbagai tahapan,” lanjut Airlangga. Kendaraan hybrid menjadi salah satu tahapannya, karena saat ini infrastruktur untuk stasiun pengisi tenaga listrik belum tersedia. Mobil ini bisa menggunakan dua sumber energi, BBM dan listrik. Untuk itu, produsen perlu lebih memperkenalkan kepada konsumen terhadap teknologi yang diterapkannya.
Advertisement